[PROFIL] Usia Bukan Penghalang Untuk Menjadi Relawan



Meski usia sudah kepala empat, tepatnya 43 tahun, bukan menjadi penghalang untuk seorang Tini MF menjadi relawan di mana-mana.

Kenapa di mana-mana?

Ya, karena setiap kali kegiatan komunitas-komunitas di Bandung yang mengusung isu lingkungan, anak, pendidikan dan sosial hampir dapat dipastikan, akan bertemu dengan beliau. Beliau adalah relawan di YPBB (Yayasan Pengembangan Bioteknologi dan Biosains), KSK (Komunitas Sahabat Kota), Kail (Kuncup Padang Ilalang), Bandung Berkebun,  GSSI (Garage Sale Sekolah Ibu), Madrasah Nurul Iman dan kegiatan PKK di sekitar rumah. Belum lagi aktivitas rutinnya mengajar di salah satu bimbingan belajar.

[PIKIR] Relawan : Siapakah Mereka?


Dunia yang semakin tua ini kini penuh oleh kecamuk masalah. Beragam masalah, mulai dari masalah sosial kemasyarakatan, lingkungan, hingga kemanusiaan. Setiap permasalahan seringkali berujung pada degradasi kualitas hidup manusia, dari segi kesehatan, kesejahteraan hingga moralitas.
Di tengah hiruk pikuk permasalahan  yang sering melanda masyarakat dunia, terdapat segelintir orang yang memberikan sumbangsih berupa tenaga, dana, pikiran, untuk mendorong ke arah penyelesaian masalah. Bahkan mengupayakan ke arah perubahan yang lebih baik. Para penggerak perubahan itu adalah para aktivis dan relawan. Ulasan tentang aktivis secara detail dapat juga Anda klik di sini.
Tidak semua aktivis adalah relawan. Tetapi, kebanyakan aktivis seringkali memulai debutnya dengan menjadi relawan. Bila aktivis mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keberpihakan tertentu, maka relawan adalah orang-orang yang menyisihkan sebagian waktunya untuk memberikan sumbangsih tertentu pada sebuah gerakan ke arah perubahan. Namun demikian, ada juga orang-orang yang memilih jalan hidupnya sebagai relawan full time. Jadi, ada beberapa orang menjalani hidupnya sebagai aktivis sekaligus relawan.

Menjadi Relawan : Tanpa Nyali dan Berani Mati?

Rachel Corrie, adalah nama yang sangat fenomenal di dalam dunia aktivis dan relawan. Lahir pada tahun 1979 di Washington, Amerika Serikat, gadis ini semenjak kecil telah memiliki keprihatinan pada masalah-masalah kemanusiaan. Semasa sekolah, ia telah menjadi relawan yang menyuarakan masalah-masalah kemiskinan, gelandangan dan kelaparan. Setelah lulus kuliah, gadis ini berangkat ke Palestina untuk menjadi aktivis perdamaian. Ia gugur oleh sebuah buldozer milik Israel yang melindas tubuhnya di Kota Rafah, Jalur Gaza. Buldozer milik Israel itu tengah menghancurkan perumahan warga Palestina dengan alasan hendak mencari kaum teroris di Kota Rafah.
Rachel Corrie
Sumber foto : www.rachelcorrie.org

[MASALAH KITA] Suka Duka Menjadi Relawan

Jujur, pengalaman saya menjadi relawan tidaklah banyak, tapi dari pengalaman yang hanya beberapa itu kemudian saya merasa ketagihan. Mungkin terdengar agak berlebihan, tapi rasanya benar-benar ada kepuasan tersendiri ketika tahu bahwa sedikit saja bantuan kita ternyata bisa meringankan beban orang lain. Dan nyatanya tidak semua orang bisa mengerti akan situasi itu jika tidak merasakannya sendiri.
Beberapa teman dekat saya bilang “Ngapain sih kamu capek-capek kerja buat orang lain tapi gak dibayar?” Padahal sebenarnya saya mengharap sesuatu yang lain dari hanya sekedar materi. Saya ingin mendapat berbagai pengalaman dan ilmu baru, punya banyak teman baru untuk saling berbagi, bahkan kesempatan terekspos dengan segala hal yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Hidup itu, kan, bukan hanya tentang uang, semua ini membuat saya lebih bersyukur dan menghargai hidup.

[OPINI] Pentingnya Relawan Bagi Gerakan Sosial

Selain organisasi dan jaringan, ada satu faktor lain yang berpengaruh bagi munculnya sebuah gerakan sosial, yakni nilai-nilai yang menggerakkan seseorang sebagai aktor gerakan sosial, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Nilai-nilai berperan memandu seseorang untuk melakukan perubahan, sekaligus menemukan kawan seiring yang mempunyai nilai-nilai yang sama. Nilai-nilai juga memengaruhi seseorang untuk menetapkan tujuan-tujuan khusus dan mengidentifikasi strategi yang secara moral bisa diterima ( Donatella Della Porta& Mario Diani, 2006 : 67).  Seseorang yang memegang teguh nilai-nilai yang diperjuangkan, akan memunculkan sikap kerelawanan dalam tindakan-tindakan sosialnya.

Kerelawanan menggerakkan seseorang untuk melakukan kerja-kerja bagi perubahan sosial dengan tulus, tanpa pamrih dan kepentingan individu. Ada tujuan-tujuan besar yang melandasi kerelawanan tersebut, seperti untuk kemanusiaan, terciptanya keadilan sosial, dan sebagainya. Beberapa gerakan mahasiswa disinyalir didorong oleh prinsip ini, karena mahasiswa dianggap belum mempunyai pamrih kekuasaan politik atau keuntungan materi. Tetapi tentu ini perlu dilihat secara lebih teliti mana saja yang benar-benar mempunyai tujuan mulia tersebut.

Relawan mengajar anak-anak korban gempa 2006, Yogyakarta
Sumber : http://www.asiapacificymca.org

[MEDIA] Internet dan Kerelawanan


Rasanya cukup mengherankan bila anak muda masa kini tidak mengenal internet, bahkan rasanya internet telah menjadi kebutuhan atau gaya hidup manusia. Banyak hal yang disediakan oleh internet, terutama berbagai bentuk hiburan dan juga ruang eksplorasi yang tidak ada habisnya. Terlebih setelah media jejaring sosial muncul, seperti Friendster, Facebook, Twitter, dll. Semuanya itu menjadi daya pikat yang menyita waktu banyak orang untuk berkutat di dunia cyber tanpa pernah bosan.

Internet mulai bertindak seperti “warung serba ada” yang menyediakan apa pun bagi orang-orang yang mencari sesuatu. Segala hal yang dapat diubah ke dalam bentuk digital akan tersedia, terlebih semenjak fasilitas mesin pencari seperti Google muncul, pencarian informasi melalui internet semakin mudah untuk dilakukan.

[TIPS] Kesuksesan Seorang Relawan

Sumber foto : http://www.heartsofvolunteers.blogspot.com/


Relawan adalah profesi yang sangat mulia dimana dia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uangnya untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial. Adanya relawan akan membantu terciptanya visi, misi, dan tujuan bersama suatu lembaga atau kelompok tertentu. 

Beberapa waktu yang lalu, saya menyebarkan kuesioner online kepada pada 100 orang[1], untuk mengidentifikasi peran relawan, dimana terkumpul sejumlah 100 orang responden. Dari keseluruhan responden tersebut, 66 orang pernah menjadi relawan dan 34 orang belum atau tidak pernah menjadi relawan. Oleh karena itu, kami mengasumsikan bahwa  kelompok individu yang menjawab kuesioner yang disebar secara acak ini sebagian besar adalah relawan. 

[JALAN-JALAN] Menengok Dapur Relawan YPBB

Sejak pertama kali didirikan, YPBB sebagai organisasi non-profit berbasis relawan, melibatkan banyak peran relawan hampir di dalam setiap kegiatannya. Mereka yang jadi garda depan YPBB ini mendedikasikan waktu dan tenaganya, bahu membahu merealisasikan cita-cita bersama tentang kualitas hidup manusia yang baik, dengan memperbaiki kualitas lingkungan alamnya. YPBB melihat ini sebagai satu dari beberapa titik kampanye hidup organis yang sejalan dengan visi dan misi YPBB. Karena itulah Divisi Relawan dibentuk.  Saat ini divisi relawan YPBB dikelola oleh dua orang staf dengan total jumlah rata-rata jam kerja sebesar 40 jam efektif/bulan.

Dokumen YPBB
Pertemuan Relawan untuk Revisi Katalog Diet Karbon, bertempat di selasar kampus ITB

[Profil] Perempuan Pejuang Lingkungan



Anilawati Nurwakhidin (Koordinator Tim Kampanye Zero Waste YPBB)



Sosoknya begitu sederhana dan wajahnya tanpa polesan make up. Dengan kerudung dan pakaian santai yang biasa dikenakan, senyumnya yang ramah tidak pernah lepas ketika kita menyapa. Perempuan kelahiran 3 Juni ini banyak menghabiskan hari-harinya di Bandung meski berdomisili dengan nenek dan kakeknya di Cimahi.  


Tidak pernah terpikir sebelumnya Anil akan menjadi seperti sekarang ini, sebagai aktivis lingkungan. Mengenang masa kecilnya, Anil mengaku tidak punya cita-cita, ingin jadi seperti apa. Hari-harinya dihabiskan dengan sekolah. Orang tuanya tidak terbiasa berdiskusi tentang visi hidup dengan anak-anaknya. Di sekolah, katanya, Anil tidak ikut kegiatan berorganisasi. Baru di dunia kampus, dia mengenal kegiatan berorganisasi walaupun sifatnya lebih ke sebagai kegiatan pengisi waktu. Yang terpikir saat itu adalah menjalani sekolah sesuai jenjangnya. Kemudian, setelah lulus kuliah, ya kerja. Kerja itu harus yang menjanjikan di masa tua (baca: pensiun), begitu ucapan orang tuanya saat itu. Meski kuliah di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia, dulu namanya IKIP) yang lulusannya identik dengan menjadi guru, tapi Anil tidak berminat menjadi guru di pendidikan formal atau menjadi PNS sesuai keinginan orang tuanya. 

[Pikir] Riwayat Gerakan Lingkungan

Gerakan lingkungan lahir pada abad ke-19, dibidani oleh mereka yang peduli pada kelestariannya. Awal gerakan lingkungan terjadi pada tahun 1890, John Muir dan Robert Johnson sukses melobi Kongres untuk melestarikan Yosemite sehingga lahirlah Yosemite National Park. Keduanya kemudian bergabung membentuk Sierra Club, salah satu organisasi lingkungan pertama dan leluhur bagi banyak organisasi lingkungan modern. Di tahun yang sama, Gifford Pinchot kembali ke Amerika setelah belajar Kehutanan di Prancis. Dia terkejut sekali melihat penghancuran sumber daya alam di Amerika. Dia kemudian menata sistem pengelolaan sumber daya yang berfokus pada tebang pilih dan dibuatnya Hutan Lindung Nasional.
Di usianya yang dini, gerakan lingkungan di dunia dipengaruhi amat kuat oleh Pinchot dan Muir-Johnson. Pinchot menekankan pada konservasi, yaitu penggunaan sumber daya dengan pengelolaan yang baik, sementara Muir menekankan pada preservasi, yaitu alam yang sungguh-sungguh terjaga dan tidak diganggu oleh aktivitas manusia. 

[Masalah Kita] Aktivis Ramah Lingkungan, Mungkinkah?

Aktivis, siapakah mereka?

Sesungguhnya, siapapun bisa menjadi aktivis. Bahkan, setiap orang yang melakukan aktivitas guna mendorong perubahan situasi maupun kebijakan yang lebih baik bagi masyarakat maupun lingkungan dapat disebut sebagai aktivis. Hanya saja, terminologi aktivis saat ini menjadi sempit pada dunia aktivis yang suka melakukan protes di jalan-jalan atau di depan gedung wakil rakyat. Aktivis dipandang sebagai sesuatu yang radikal, beringas dan seram.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktivis adalah orang yang mampu menggerakkan orang lain untuk bertindak. Aktivis memiliki kemampuan mengatur orang lain (organisatoris), dan dianggap sebagai tokoh dan pelopor di bidangnya. Salah besar jika selama ini aktivis hanya ada pada lingkup dunia mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa saja yang bisa berperan sebagai aktivis. Seorang ibu rumah tangga pun bisa menjadi seorang aktivis, ketika kriteria yang disebut di atas telah dilakoni oleh ibu rumah tangga tersebut.

[Opini] Pelanduk yang Mati Suri

Tujuh tahun berlalu ketika Bandung mendapat bencana memalukan yaitu  longsornya tanah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Leuwigajah, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005. Peristiwa itu merupakan bencana sampah terbesar di Indonesia yang mengakibatkan korban meninggal 143 jiwa dan puluhan orang lainnya luka-luka.
Berita tentang bencana akibat kelalaian manusia tersebut diliput oleh seluruh media yang ada di Indonesia. Warga Jawa Barat gelisah karena sampahnya tidak diangkut, khususnya mereka yang berdomisili di kota Cimahi, kabupaten Bandung dan kota Bandung. Puncak bencana terjadi ketika Bandung dijuluki sebagai Bandung Lautan Sampah, sampai-sampai presiden Susilo Bambang Yudoyono turun tangan memberikan ultimatum.

[Media] No Impact Man : Antara Inspirasi dan Idealisme


Judul : No Impact Man
Tahun : 2007
Genre : Dokumenter
Pemain : Colin Beavan, Michelle Conlin, Isabella Beavan
Produksi : An Eden Wormfeld films, Shadowbox Film and Laura Gabbort Film Production
Produser : Julia Parker Benello, Diana Barrett dan Dan Cogan
Editor : William Haugse A.C.E dan Matthew Martin
Durasi : 1 jam 29 menit
Bahasa : Bahasa Inggris dengan subjudul dalam bahasa Indonesia

Film ini merupakan kisah perjalanan seorang warga Amerika Serikat, Colin Beavan yang mencetuskan gerakan untuk tidak menghasilkan dampak terhadap bumi. Semua perjalanan gagasannya ini didokumentasikan dalam film dan buku yang berjudul No Impact Man.

[Tips] What Can You Do as an Eco-Traveller?

Dalam dunia wisata, kata “eco” atau “green” sedang gencar didengungkan. Salah satu contohnya adalah ecotourism atau green-tourism. Sementara orang yang melakukannya disebut eco-traveler atau green-traveler. Penggunaan kata eco atau green tersebut untuk menunjukkan bahwa segala hal yang dilakukan dalam perjalanan wisata merupakan perjalanan yang ramah lingkungan, dan memelihara alam.

Sebenarnya semua orang yang melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat bisa dikategorikan sebagai eco-traveller. Menjadi eco-traveler tidak harus mahal, tidak pula harus melakukan perjalanan dengan mendaki gunung dan menuruni lembah, tidak pula harus memanjat tebing terjal, atau  masuk gua-gua, maupun keluar masuk hutan. Menjadi eco-traveller tidak harus selalu menantang alam.

[Jalan-Jalan] Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Banyu Biru

Terik matahari pagi mengiringi kami menuju lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Banyu Biru milik Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Dengan menumpang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Pak Aep, kami menuju ke wilayah pinggir sungai yang cukup sempit. Di sana, terlihat pipa-pipa menjulur dari kaki gunung. Ujung pipa-pipa itu berakhir di sebuah bangunan berisi mesin-mesin yang mampu mengkonversi arus air menjadi arus listrik. Bangunan yang luasnya kira-kira 3 x 8 meter itu tampak masih baru, ditandai oleh segarnya polesan cat pada dindingnya. Di depan bangunan terdapat sebuah antena parabola. Namun, antena tersebut belum berfungsi. Rencananya, antena parabola tersebut akan berfungsi sebagai pengontrol mesin PLTMH jarak jauh. Di dekat bangunan kecil PLTMH itu, terdapat tanah seluas 200 m2 yang direncanakan untuk berbagai fungsi di kemudian hari.

[Profil] Nirmala Nair : Walk The Talk and Live Your Truth


Namanya Nirmala Nair. Dia biasa dipanggil Nirmala. Perjalanan Nirmala sebagai seorang aktivis cukup panjang. Kegiatan Nirmala bervariasi,  mulai dari menjadi fasilitator, peneliti, trainer, dan konsultan.  Pada tahun 70-an Nirmala bekerja di Barefoot College, Rajastan, India. Dia juga sempat menjadi konsultan di berbagai LSM. Kini, Nirmala merupakan aktivis di Zero Emmisions Research and Initiatives (ZERI), sebuah jaringan global yang memanfaatkan sains untuk menemukan solusi-solusi untuk berbagai masalah lingkungan. Selama 18 tahun terakhir, 
Nirmala tinggal di Cape Town, Afrika Selatan. 

Desember 2011 yang lalu, Nirmala datang ke Bandung untuk berbagi pengetahuannya mengenai yoga, gaya hidup yang sehat, dan keterkaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Selama di Bandung, Nirmala memberikan kuliah umum mengenai pembangunan berkelanjutan dan juga menjadi fasilitator pelatihan yoga yang  diselenggarakan oleh KAIL. Sejumlah aktivis ikut serta dalam kegiatan tersebut.

[Pikir] Rahasia Menuju Kebahagiaan Sejati

Percayakah anda bahwa kebahagiaan dapat diraih dan dapat bertahan lama menetap di dalam diri anda? Bagaimana memperoleh kebahagiaan semacam itu? Di dunia yang hiruk pikuk oleh berbagai tuntutan dan tekanan, entah itu dari sekolah, pekerjaan maupun rumah tangga, tentu semakin banyak orang mendambakan kebahagiaan. Siapa yang tidak ingin menjadi bahagia? Semua orang pasti ingin bahagia.

Definisi Kebahagiaan
Apakah kebahagiaan menurut anda? Hmm…pertanyaan yang gampang-gampang sulit menjawabnya. Jika anda menjawabnya dengan, “Saya berbahagia kalau …” atau “Saya berbahagia ketika …”, anda perlu mempertanyakan kembali apa makna sesungguhnya sebuah kebahagiaan bagi diri anda.

[Masalah Kita] Arti Kebahagiaan Untuk Aktivis


Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, tujuan keseluruhan dan akhir dari eksistensi manusia.” – Aristoteles (Filsuf Yunani, 384 – 322 SM)

Begitu pentingnya kebahagiaan sehingga gerak hidup manusia didasari oleh upaya mencari kebahagiaan sebagai suatu tujuan, seperti yang diungkapkan  Aristoteles di atas. Kebahagiaan tidak sekedar tujuan yang kita tentukan, akan tetapi juga bagaimana kita memaknainya sebagai langkah awal sebelum kita sampai kepadanya.

Kita lihat misalnya di hari Kasih Sayang atau biasa juga disebut Valentine Day yang dimana-mana dirayakan dengan pelbagai cara. Mulai dari  memberikan coklat pada seseorang, sampai dengan kencan spesial dengan orang tersayang. Tindakan-tindakan kita dalam mengekspresikan kasih sayang pada hari itu apakah memiliki suatu arti? Rasanya iya. Kita melakukan kesemua itu demi membahagiakan orang-orang tertentu dalam hidup ini. Harapannya dengan melihat orang tersebut berbahagia, kita pun ikut bahagia.

[Opini] Jebakan Kehidupan : Faktor Tersembunyi Penghambat Kebahagiaan


Apakah anda merasa sulit untuk berbahagia?
Apakah anda merasa sulit percaya diri?
Apakah anda merasa selalu terjebak masalah dengan pasangan atau rekan kerja dengan karakter yang mirip?
Apakah anda merasa selalu tertimpa berbagai masalah beruntun yang menghambat anda mencapai keberhasilan yang anda idam-idamkan?
Apakah anda merasa emosi negatif anda berulang kali dengan mudahnya terpicu?
Apakah anda merasa mengalami masalah fisik yang tidak ada habisnya?
Apakah anda sulit keluar dari kebiasaan yang buruk, meskipun anda menginginkannya?
Apakah anda tetap sulit merasa puas dan bahagia, meskipun anda sudah mencapai dan memiliki begitu banyak hal?

Jika anda mengalami satu atau lebih ciri-ciri di atas, hati-hatilah, mungkin anda sedang berada di tengah jebakan kehidupan yang menghambat anda mencapai kebahagiaan.

[Media] Menengok Proyek Kebahagiaan dari Sustainable Seattle

Uang, kapal pesiar, banyak uang, uang dan keamanan di masa tua. Itulah jawaban yang keluar dari lima orang responden Amerika yang diberi pertanyaan, “Apakah yang membuatmu bahagia?”. Wawancara ini dilakukan oleh wartawan televisi King5 News di Seattle, Amerika Serikat. Ketika pertanyaan serupa diberikan oleh wartawan Aljazeera di tempat umum  di Seattle, jawaban yang muncul adalah sehat dan kemampuan untuk memberikan kembali ke masyarakat.
Meskipun kebahagiaan diinginkan secara universal, bentuk dan nuansanya amatlah bervariasi secara budaya, filosofis dan sejarah. Kebahagiaan dapat berupa sesuatu yang dianggap hedonisme budaya barat, kepuasan materi bagi masyarakat miskin Afganistan atau ketenangan bagi para pemeluk Budha misalnya. Dari jawaban responden di Amerika akan pertanyaan apa yang membuatmu bahagia, uang hampir mendominasi jawaban mereka. Seolah uang berbanding lurus dengan kebahagiaan. Di banyak negara maju yang berfokus pada perkembangan ekonomi, begitulah hipotesisnya. Benarkah? Menurut Penncock, seorang pakar kesehatan umum di Vancouver,

[Tips] Menjadi Bahagia Melalui Emotion Freedom Techniques


Ketika kita mampu mengelola emosi kita, maka kita mampu membebaskan emosi-emosi negatif dan dengan demikian menjadi manusia yang cerdas secara emosional. Bagaimana kita bisa menjadi cerdas secara emosional dan membebaskan emosi-emosi negatif kita? 
Dewasa ini terdapat berbagai metode yang ditemukan untuk mengatasi persoalan-persoalan emosi.  Mulai dari metode konseling psikologis dan psikoterapi konvensional, NLP, hypnoterapi, TAT (Tapas Akupresure) sampai ke EFT (Emosional Freedom Technique).  Masing-masing metode memiliki keunikan dan kelebihannya masing-masing.  Empat metode terakhir yang disebutkan biasanya disebut sebagai metode instan, karena memang dampaknya langsung bisa dirasakan segera sesudah terapi dilakukan. 
Pada kesempatan ini kita akan membahas EFT untuk mengatasi persoalan-persoalan yang terkait emosional.  Masalah-masalah itu bisa terwujud dalam berbagai symptom, seperti: kecanduan, eating disorder, mental blok, phobia, trauma, psikosomatis, dll.

[Jalan-jalan] Belajar Tentang Index Kebahagiaan dari Bhutan

Pada 2008, Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy, membentuk sebuah Komisi untuk Pengukuran Kinerja Ekonomi dan Kemajuan Sosial. Komisi tersebut  diketuai oleh Prof. Joseph Stiglitz, dengan ketua penasehatnya Prof. Amartya Sen, dan koordinator komisi dijabat oleh Prof. Jean-Paul Fitoussi. Mereka bertiga adalah para ekonom ternama dunia bahkan Stiglitz dan Sen adalah peraih nobel ekonomi. Sedang anggota komisi adalah para ahli dari pelbagai negara, baik dari kalangan universitas, pemerintahan, dan lembaga antar pemerintah.  Komisi ini bertugas merespon keprihatinan atas tidak memadainya parameter kinerja ekonomi sekarang, khususnya Produk Domestik Bruto (PDB). Standar pengukuran seperti itu mengandung banyak kelemahan, tapi sayangnya telah dipakai oleh hampir semua negara di dunia untuk mengukur kesejahteraan bahkan sebagai ukuran sebuah kemajuan. Menurut mereka, angka-angka di balik PDB sudah tidak relevan dalam mengukur kesejahteraan sosial, sekaligus keberlanjutan lingkungan, sosial, bahkan ekonomi sendiri.