Meski usia sudah kepala empat, tepatnya 43 tahun, bukan
menjadi penghalang untuk seorang Tini MF menjadi relawan di mana-mana.
Kenapa di mana-mana?
Ya, karena setiap kali kegiatan komunitas-komunitas di Bandung
yang mengusung isu lingkungan, anak, pendidikan dan sosial hampir dapat
dipastikan, akan bertemu dengan beliau. Beliau adalah relawan di YPBB (Yayasan
Pengembangan Bioteknologi dan Biosains), KSK (Komunitas Sahabat Kota), Kail
(Kuncup Padang Ilalang), Bandung Berkebun, GSSI (Garage Sale Sekolah Ibu), Madrasah Nurul Iman dan
kegiatan PKK di sekitar rumah. Belum lagi aktivitas rutinnya mengajar di salah
satu bimbingan belajar.
Layaklah Tini disebut seorang aktivis. Menurut beliau, aktivis adalah seseorang
yang merelakan sebagian waktunya untuk orang lain, tanpa berharap untuk dibayar.
Aktivis adalah seseorang dengan visi yang jelas. Hal itu terbukti dengan aktivitas
Tini yang menekuni dunia relawan selama empat tahun belakangan ini.
Sampai-sampai anak sulungnya, Aghnie Hasya Rif telah turut serta menjadi agen
perubahan mulai dari tingkat SMP sampai sekarang.
Kenapa ibu dua anak ini mau meluangkan waktu dan tenaganya, bahkan
sering pula merogoh kocek sendiri untuk menjadi relawan? Apa yang
melatarbelakanginya ? Mari kita telusuri perjalanan Tini menjadi relawan di
beberapa komunitas dan lembaga berikut.
Sejak dahulu, Tini suka dengan dunia anak-anak. Bungsu dari tujuh
bersaudara ini mempunyai pengalaman masa kecil yang kurang mengasyikkan. Masih membekas
dalam ingatannya, saat tidak boleh keluar rumah untuk bermain dengan teman
sebaya. Tini kecil hanya melihat aktivitas anak-anak di sekitarnya dari dalam
rumah yang dibatasi oleh pagar. Alasan orang tuanya menahan Tini di rumah
adalah, lingkungan sekitar rumah tidak terlalu baik untuk mendukung
perkembangannya sebagai seorang anak kecil. Akhirnya Tini terpaksa berdiam di
dalam rumah dengan aktivitas seadanya.
Karena tidak punya adik, masa remaja Tini dilewatinya dengan bermain
bersama keponakan-keponakan, sambil mengasuh mereka. Sebagai seorang remaja,
Tini mulai berinteraksi dengan anak-anak lain saat Tini mengajar privat. Padahal
saat itu Tini masih duduk di bangku SMA kelas 1.
Berkaca dari pengalaman masa kecil tersebut, akhirnya saat kuliah Tini
bergabung dengan komunitas masjid Salman yang mengadakan kegiatan dampingan
anak-anak. Kesukaannya dengan dunia anak terus diasah dan disalurkan dengan
menjadi relawan di KSK (Komunitas Sahabat Kota). Tini tidak pernah bosan untuk
mencari dan belajar tentang apa saja yang menjadi kebutuhan dunia anak.
Untuk menambah wawasan diri, Tini sering ikut pelatihan yang diadakan
oleh komunitas atau lembaga lain. Tak jarang akhirnya menjadi relawan di
komunitas atau lembaga tersebut. Salah satu contohnya saat mengikuti Pelatihan
Pengembangan Diri yang diselenggarakan oleh Tim Kail pada bulan Juni 2011. Setelah
itu Tini merasakan jadi relawan di beberapa kegiatan Kail. Sempat pula menjadi
bagian dari tim trainer pelatihan zero waste lifestyle YPBB, meski
akhirnya tidak dilanjutkan.
Panggilan hidup Tini adalah dunia anak-anak dan pendidikan. Sampai saat
ini Tini dan suami membuka bimbingan belajar untuk siswa SD, SMP dan SMA. Di
sela-sela kesibukannya, ia tetap mendampingi ibu-ibu PKK dalam membina pendidikan
dasar bagi usia dini, menjadi kepala sekolah di Madrasah Nurul Iman tanpa
dibayar dan memanfaatkan lahan hijau yang ada di sekitar rumah untuk menanam.
Ada hal menarik dari kehidupan sehari-hari seorang Tini. Meskipun orang tua Tini telah meninggal dunia semenjak ia remaja,
tapi pengalaman manisnya bersama mereka, termasuk tidur bersama orang tuanya tidak
pernah lepas dari ingatan Tini. Sampai saat ini pun, Tini tidak pernah dan
tidak bisa tidur sendirian. Selalu ada suami dan anak-anak yang senantiasa
menemaninya tidur, termasuk mendukung Tini dalam setiap aktivitasnya.
(Melly Amalia)
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini