[Profil] La Via Campesina, gerakan global untuk kedaulatan pangan petani kecil

“Beli gula sih gula import aja, harganya lebih murah loh daripada harga gula lokal... lumayan kan ngirit!”
“Bukannya ngga cinta produk dalam negeri, tapi beras Thailand sudah lebih enak harganya juga ngga jauh beda sama beras kita...”
“Mana bisa menanam pada musim tanam sekarang? Harga pupuk dan bibit makin mahal! Harga panen makin murah saja!”

Begitulah komentar yang sering kita dengar terlontar dari masyarakat kita. Keadaan dengan berlimpahnya produk luar negeri di pasaran lokal, kalah bersaingnya produk lokal hingga ketidakberdayaan petani di suatu negara yang katanya negara agraris.

[Pikir] Dari Kedaulatan Pangan Menuju Keberdayaan Pangan

Dari Kedaulatan Pangan Menuju Keberdayaan Pangan[1]

David Sutasurya[2] & Any Sulistyowati[3]
Kedaulatan pangan adalah suatu pengertian yang didasarkan pada paradigma imperialisme, di mana suatu kekuatan secara paksa mengambil kebebasan negera lain. Pengertian kedaulatan muncul sebagai pengakuan atas hak suatu negara untuk mengendalikan negaranya sendiri. Oleh karena itu dalam "Food Sovereignty: A Righ for All", Pernyataan Politik NGO/CSO pada Forum Kedaulatan Pangan di Roma, 8-13 Juni 2002 yang lalu kedaulatan pangan didefinisikan sebagai,
"HAK setiap orang, kelompok-kelompok masyarakat dan setiap negara untuk menentukan sendiri kebijakan-kebijakan pertanian, ketenagakerjaan, perikanan, pangan dan tanah, sesuai dengan kondisi ekologi, sosial ekonomi dan budaya mereka".
Konsep imperialisme ini kemudian diperluas namun masih menyiratkan konflik vertikal antara negara utara dan selatan atau dalam suatu negera antara pemerintah dan rakyat. Hal ini dapat kita lihat antara lain dalam turunan konsep tersebut menjadi aksi. Misalnya La Via Campesina menyatakan bahwa persoalan bukanlah masalah kekurangan pangan tetapi masalah hak atas pangan. Hak atas pangan ini dapat dicapai antara lain dengan mereformasi perdagangan global, memberikan petani kontrol akan alat-alat produksi dan pertanian berkelanjutan.

[Masalah Kita] Seputar Pangan Kita

Kebanyakan dari kita yang tinggal di kota besar tentu tidak pernah kesulitan memperoleh pangan. Tinggal jalan sedikit ke warung, atau jauh sedikit ke pasar, atau mau yang lebih keren mentereng tanpa becek, di mall-mall, di situ menumpuk makanan berlimpah. Berbagai jenis dan ukuran. Semua tersedia. Padahal kalau kita melihat kota kita, apa yang kita lihat di sekeliling kita. Bangunan, mobil, jalan raya! Mungkin ada satu dua pohon, tetapi bukan pohon yang menghasilkan makanan yang kita lihat di pasar atau supermarket itu.

Bagaimana semua makanan itu bisa ada di kota, padahal kota sama sekali bukan penghasil pangan?

[Opini] Membangun Ketahanan Pangan yang Berkelanjutan: Belajar dari pengalaman Kuba

Penulis: Any Sulistyowati
Kuba adalah satu-satunya negara di dunia yang menempatkan pertanian organis sebagai kebijakan pertanian nasional. Di tengah perdebatan internasional apakah pertanian organis mampu memproduksi cukup pangan untuk seluruh umat manusia, pertanian organis justru telah menyelamatkan Kuba dari krisis pangan hebat akibat hancurnya blok komunis Uni Soviet dan diperketatnya embargo Amerika Serikat. Pengalaman mereka ini sangat menarik untuk dipelajari; mungkin tidak cocok untuk diterapkan sepenuhnya di Indonesia, melainkan semoga dapat menjadi inspirasi yang menunjukkan bahwa model dunia yang lain juga mungkin dan masukan untuk membangun sistem ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan dalam konteks Indonesia.

[Tips] Mendukung Gerakan Kedaulatan Pangan Petani Kecil

- Kurangilah membeli produk-produk pangan buatan pabrik, apalagi bila pabriknya milik perusahaan-perusahaan multinasional.
- Belilah produk lokal, yang diproduksi di dalam negeri oleh petani-petani kecil. Kalau bisa, pilihlah produk yang diproduksi lebih dekat dengan tempat kita.
- Lebih baik lagi jika, produk tersebut dibeli langsung dari petani produsen. Cara ini akan memotong rantai pemasaran yang panjang. Selain produknya lebih segar, kita akan memberikan lebih banyak keuntungan untuk petani produsen.

[Jalan-jalan] Bina Sarana Bakti

Kalau kita sempat ke Cisarua, tepatnya sebelum Puncak dari arah Jakarta, mampirlah ke Bina Sarana Bakti. Bina Sarana Bakti (BSB) adalah sebuah Yayasan yang sejak didirikan konsisten mengembangkan sikap hidup organis. Sesuai dengan namanya: Bina berarti membangun, membimbing, memelihara; saranan berarti media atau alat; dan bakti yang berarti pelayanan, BSB ingin membantu setiap orang untuk membangun sikap hidup organis.

Yayasan ini berdiri sekitar 20 tahun yang lalu dan memulai karyanya di bidang pertanian organis.

Editorial Edisi 6

Hallooo…. Ketemu lagi di Proaktif edisi ke 6.
Belum hilang dari ingatan kita, bagaimana kita bahu membahu untuk membantu saudara kita di Aceh dan Nias yang tertimpa musibah, tanpa memandang agama, suku, ras, wilayah tempat tinggal, mata pencaharian, maupun kebangsaan. Sisi positif yang dapat kita maknai dari sebuah bencana yakni bahwa bangsa yang beragam ini ternyata masih tergetar hatinya bahkan mau menyisihkan sejenak perbedaan yang ada untuk bisa membantu saudaranya yang menderita.
Demikian pula terbitnya Pro:aktif ini tidak lepas dari upaya bahu membahu dari banyak orang yang bersedia meluangkan sedikit waktunya untuk membagikan ide, pendapat, atau pun pengalamannya. Dimulai dari proses pembuatan hingga isinya, edisi kali ini memang sangat sesuai dengan temanya yakni “Pluralisme”.

[Profil] Budhis Utami : Pluralisme Bagi Seorang Feminis

Kota besar yang penuh sesak seperti Jakarta sesungguhnya merupakan pilihan terakhir bagi gadis kelahiran Jember ini. Keterlibatan dalam aktivitas kemasyarakatan seperti GMNI dan Organisasi Perempuan sudah dijalani oleh seorang Budhis Utami sejak di bangku kuliah.
Merasa tertantang oleh tawaran seorang teman untuk bekerja di Komisi Migran KWI, ia akhirnya memutuskan untuk datang ke Jakarta.

Ketertarikannya yang besar terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan, membuatnya tidak bisa lepas dari rekan-rekannya yang bergerak di Organisasi Perempuan.

[Pikir] Pluralisme, Sekarang dan Esok

Dalam rubrik catatan pinggir Tempo edisi 6 Maret 1982, Goenawan Mohamad mengulas kisah Nathan karya Gotthold Lessing yang terbit tahun 1779 berjudul Nathan der Weise, yang setidaknya telah memberikan gambaran bahwa mempunyai pandangan yang berbeda dan penghargaan pada keanekaragaman, adalah sikap yang penuh resiko.

Latar belakang dalam karya tersebut adalah masa perang salib yang telah memasuki gelombang keempat, di mana perseteruan antara mereka yang Nasrani dan Islam, bahkan Yahudi masih terus berkobar.

[Masalah Kita] KENANGAN DARI BORNEO

Bagi para petani sendiri, perbedaan etnis itu tidak terlalu menjadi masalah....
Seorang kawan mengisahkan kembali peristiwa pedih yang terjadi di Pulau Borneo beberapa tahun yang silam. Tinggal dan aktif mendampingi para petani dari berbagai etnis di tanah kelahirannya itu, membuat Lorens turut merasakan dan menyaksikan bagaimana kejamnya permainan beberapa kelompok kepentingan tertentu yang ‘memanfaatkan’ keberagaman etnis di wilayah itu. Bagi para petani sendiri, perbedaan etnis itu tidak terlalu menjadi masalah karena toh nasib mereka tetap sama.

Konflik yang diangkat sebagai konflik antar suku itu sesungguhnya merupakan bagian dari rekayasa politik.

[Opini] PEMBELAJARAN PLURALISME UNTUK ANAK

Andai kamu hanya hidup di duniamu ....
Dan kamu berani mengintip dunia-dunia lain ....
Masih beranikah kamu mengatakan ....
Dunia mu itu indah ....
(Andi, 2004)
Bicara tentang pluralisme memang gampang, bahkan terkadang topik ini bisa menjadi bahan diskusi yang panjang dan berhari-hari. Sampai sekarang pun pembicaraan mengenai pluralisme masih menjadi hal yang asyik di tengah maraknya pro dan kontra. Di kalangan para aktivis NGO, pluralisme menjadi salah satu issue yang masih seksi yang dapat menyatu dengan banyak issue-issue seksi lainnya, seperti issue gender, issue anak, dan issue-issue yang lain.

[Media] Resensi Buku: Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama: Perspektif Perempuan dan Pluralisme

Judul Buku : Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama: Perspektif Perempuan dan Pluralisme
Editor : Maria Ulfah Anshor & Martin Lukito Sinaga
Penerbit : KAPAL Perempuan dan NZAID
Tahun : Agustus 2004

Pluralisme, diartikan sebagai sebuah pandangan yang menghargai keberagaman, serta penghormatan terhadap orang lain yang berbeda, terbuka pada perbedaan di mana terdapat kerelaan untuk berbagi serta keterbukaan untuk saling belajar dan berdialog. Dalam konteks negara Indonesia yang sangat plural dalam segi etnis, suku, agama, keyakinan, bahasa, budaya, kelas, dan lain-lainnya, maka pluralisme sangat dibutuhkan supaya bangsa ini tetap bisa utuh sebagai bangsa yang berfungsi untuk menyejahterakan rakyatnya. Dalam keragaman itu terdapat ruang interaksi yang sangat luas, yang salah satunya dapat berujung dalam sebentuk perkawinan. Perkawinan lintas suku, lintas etnis, lintas kelas, lintas agama, dan lintas lainnya pada kenyataannya sering terjadi.

[Jalan-jalan] Dari Puing-Puing Aceh…

Pada tanggal 20-22 Februari 2005 tim KaIL berkesempatan untuk mengunjungi Aceh bersama-sama dengan rombongan para petani dan nelayan dari berbagai negara. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian acara “Konferensi Regional Untuk Membangun Kembali Kehidupan Para Petani dan Nelayan Paska Bencana Tsunami dan Gempa Bumi”, yang diselenggarakan oleh Via Campesina di Medan pada tanggal 17-19 Februari 2005.

Sebagai penerjemah dan notulen untuk acara tersebut, tim KaIL menemani rombongan peserta ‘field trip’ ke Aceh. Kami berangkat ke Aceh menggunakan pesawat dari Medan ke Banda Aceh.

Editorial Edisi 5

Selamat Hari Valentine!!! Banyak orang yang mengambil mementum ini untuk mengungkapkan kasih sayangnya. Bentuk ungkapan yang beraneka ragam tidaklah menjadi masalah. Dari sekedar ucapan, tindakan, hadiah, hingga bentuk ungkapan yang khusus lainnya coba disampaikan kepada orang yang dikasihinya, baik pasangan, keluarga, teman,dan sebagainya.
Sebagai ungkapan kasih dari Pro:aktif untuk pembaca sekalian, pada edisi kali ini pun sengaja dipersembahkan tema “Aktivis dan Kehidupan Cinta”.

Edisi kali ini diawali dengan kisah Cinta Ku dari Seberang Lautan. Lalu ada rubrik Masalah Kita yang membahas tentang Cinta dan Perbedaan Etnis. Berikutnya rubrik Pikir menyajikan artikel mengenai pilihan hidup untuk Menikah atau Melajang. Opini seputar cinta dikemas dalam sebuah artikel berjudul Bersit-Bersit Makna Cinta.

Tak lupa pula kami membagikan tips Agar Anda dan Si Dia Tetap Dekat dan Irit. Pada rubrik jalan-jalan kami bawakan oleh-oleh Cerita dari Bali. Media kali ini mengangkat film hasil garapan PEKKA-PPSW bekerja sama dengan Komnas Perempuan dengan judul Sebuah Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga Bercerita. Lalu Gathering PT. Calmic Cabang Bandung dan Pelatihan Cara Berpikir Sistem untuk Menganalisis Permasalahan Sosial, Lingkungan dan Gender – Angkatan 5, Lokakarya Perancangan Paket Pendidikan Lingkungan serta Workshop untuk Gagasceria merupakan kegiatan-kegiatan yang kami angkat dalam rubrik Bagi-bagi Cerita.

Selamat membaca!

[Profil] Cinta Ku dari Seberang Lautan

Sosok hitam manis yang berpenampilan cuek ini untuk kedua kalinya dipercaya sebagai SekJen JPL (Jaringan Pendidikan Lingkungan). Ninil R Miftahul Jannah yang lahir dan dibesarkan di Surabaya ini sudah menggeluti isu lingkungan sejak duduk di bangku SMA. Kecintaannya terhadap lingkungan dan rasa senang jika bisa membantu orang lain telah mendorongnya untuk melakukan berbagai aksi atau kegiatan yang tentunya berkaitan dengan lingkungan.

Pengetahuan yang dimilikinya mengenai konservasi, pendidikan lingkungan, advokasi untuk lingkungan dan sebagainya, membuatnya merasa lebih logis untuk tetap konsisten pada jalur yang dipilihnya. Pilihan untuk menjadi aktivis ternyata memberikan peluang untuk bertemu banyak orang, termasuk Sang Belahan Hati.

Bekerja di LSM berarti bekerja dengan banyak orang, baik dari dalam maupun luar negeri. Maka tidaklah aneh jika kemudian seorang aktivis menemukan pasangan hidupnya dari dunia yang sama. Karena di mana ada kesempatan orang bertemu, di situ ada kesempatan untuk menjalin relasi, hubungan asmara, atau apa pun namanya.

Jika seorang Ninil menemukan Belahan Jiwanya yang berasal dari belahan bumi yang lain, itu tidaklah semata-mata mengikuti tren para artis yang mencari ekspatriat untuk menjadi pasangan hidupnya. Menurutnya, menjadi penting bagi seorang aktivis untuk memiliki pasangan yang bisa memberikan dukungan. Biasanya aktivis itu mempunyai ‘hero’ yang dapat didefinisikan sebagai orang yang punya pemikiran yang bagus, punya idealisme, atau kapasitas yang bisa bersinergi. Pengalaman pribadinya mengatakan bahwa pasangan yang bisa mengimbangi kekurangannya juga menjadi faktor pertimbangan yang penting.

[Pikir] Menikah atau Melajang? Sebuah Refleksi Atas Pilihan Hidup Dalam Mengekspresikan CINTA

"….ternyata sepatu kaca itu sangat cocok dengan kaki Cinderella. Maka, dibawalah Cinderella ke Istana sang Pangeran. Akhirnya, Sang Pangeran dan Cinderella menikah, dan mereka hidup bahagia selama-lamanya."
Tentunya cerita di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita, apalagi para gadis dan remaja putri. Ada banyak cerita dan dongeng lainnya yang mirip dengan dongeng Cinderella ini, di mana seorang gadis cantik tapi miskin dan malang, atau gadis dari kalangan rakyat biasa, yang seumur hidupnya menderita (karena ibu tiri dan saudara tiri perempuan yang jahat dan kejam), akhirnya menikah dengan seorang Pangeran yang akan datang padanya. Pada akhir cerita selalu digambarkan sang gadis menikah dengan Pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya.

[Masalah Kita] Sebuah Cinta Kasih: Ikatan Suci Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa

Saya tidak pernah merencanakan untuk jatuh cinta pada orang dari etnis lain
Saya tidak pernah punya impian untuk menjadi anak tidak berbakti, hanya karena saya mencintai orang dari etnis lain.

Saya seorang anak Tionghoa berusia 27 tahun, yang telah hampir 7 tahun ini berpacaran dengan seorang anak dari etnis Jawa. Kami satu almamater, namun uniknya kami baru berkenalan dengan cukup dekat justru di saat-saat di mana salah satu dari kami sudah hampir lulus kuliah S1nya.

[Opini] BERSIT-BERSIT MAKNA CINTA

Cinta adalah energi yang sangat besar. Karena itu seringkali kita kesulitan melukiskan makna cinta. “Cinta terlalu luas, terlalu dalam untuk dipahami, diukur atau dibatasi dengan sekedar bingkai kata-kata”, kata M. Scott Peck, dalam The Roadless Travelled. Namun definisi cinta tetap penting, setidaknya karena banyak orang bingung memaknai cinta.

Sesuatu yang bukan cinta, dikira cinta. Seorang pria yang tidak pernah mengijinkan pacarnya, untuk pergi sendiri ke suatu tempat tanpa ia dampingi, mengira dirinya sangat mencintai sang pacar. Padahal sesungguhnya pria itu hanya sangat memanjakan sang pacar, dan sangat memanjakan tentu sama sekali tidak sama dengan mencintai. Banyak orang salah memahami cinta, dan perasaan-perasaan tertentu mereka kira sebagai cinta sejati. Sering kita dengar “cinta itu perasaan”, “cinta itu romantika”, “saya akan menemukan tujuan hidup dengan belahan jiwa saya”, “cinta akan menyembuhkan kesepian dan penderitaan”.

[Media] Sebuah Dunia Tanpa Suami


Judul : Sebuah Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga Bercerita
Produksi : PEKKA-PPSW bekerjasama dengan Komnas Perempuan
Tahun : 2004
Pernikahan, yang dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer diartikan sebagai perjanjian resmi antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga ini, pada dasarnya sangat terbuka untuk dimaknai oleh siapa saja dan selalu dimungkinkan untuk munculnya counter-hegemoni ataupun hegemoni alternatif.
Pernikahan, yang oleh mainstream masyarakat selalu dikonotasikan sebagai pernikahan heteroseksual, sekaligus juga mengusung pelbagai mitos dan konstruksi sosial. Kontruksi sosial gender telah menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga yang berarti pemimpin dan penentu kebijakan dalam keluarga tersebut serta menjadi pencari nafkah dan tulang punggung bagi keluarganya. Sedangkan perempuan sebagai ibu dan istri dituntut pengorbanannya serta diberi beban sebagai penjaga moral keluarga dan bangsa.

[Tips] TIPS MENCARI PASANGAN VIA INTERNET

Tersedianya fasilitas komunikasi yang canggih ini tidak disia-siakan oleh banyak kawula baik muda atau pun tua untuk mencari teman sebanyak-banyaknya, untuk mencari pasangan, urusan bisnis atau pun keperluan lainnya. Dari sekian banyak pilihan, tampaknya chatting atau komunikasi melalui instant messaging menjadi favorit. Selidik punya selidik, ternyata banyak juga rekan-rekan yang menemukan pasangan hidupnya melalui media ini. Wah, hebat!!! Lalu bagaimana ceritanya?? Kurang lebih inilah yang disharekan oleh salah seorang rekan kita yang kebetulan menemukan belahan jiwanya lewat kecanggihan teknologi ini.
Sebenarnya tidak ada niat khusus untuk mencari pasangan lewat internet. Itu hanyalah satu alternatif untuk memperluas relasi. Chatting melalui internet ini dapat menghubungkan kita ke banyak orang yang ada di berbagai tempat. Namun akan jauh lebih menguntungkan kalau kita bisa bertemu langsung dengan siapa kita berkomunikasi.. Ada banyak kendala ketika kita berkomunikasi melalui dunia virtual seperti internet. Kita sulit untuk mengetahui apakah lawan bicara kita itu mengatakan hal yang sebenarnya atau tidak. Kalau kita berhadapan langsung, kita akan terbantu untuk bisa menilai seseorang dari bahasa tubuhnya.

[Tips] Kiat berinternet untuk komunikasi jarak jauh: Agar Anda dan si Dia Tetap Dekat dan Irit

Siapa bilang internet ‘cuma' media komunikasi yang hanya bisa email dan chatting? Dengan perkembangan internet sekarang ini, bentuk komunikasi manusia perlahan-lahan semakin dimudahkan dan dilengkapi. Hal yang menarik adalah ternyata semua itu makin ekonomis dan terjangkau.

Bagi Anda, pasangan istri-suami atau pacar atau yang terlibat dalam sebuah relasi, yang membutuhkan komunikasi intensif tetapi sementara sedang dalam keadaan terpisah ruang, jarak dan waktu; internet bagai oase di tengah gersangnya media komunikasi murah meriah. Mari kita susuri apa saja aplikasi-aplikasi internet yang bisa ditawarkan untuk membuat hubungan Anda dan si dia yang berjauhan mata tetap dekat di hati. Berikut diantaranya yang populer.

[Jalan-jalan] Cerita dari Bali

Pertengahan desember 2004 lalu saya bersama 5 orang tim fasilitator KaIL mendapat kesempatan terlibat dan memfasilitasi kegiatan Pertemuan Nasional (PeNas) Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) yang diselenggarakan di tempat salah satu anggotanya di Bali. Lokasinya di daerah wisata Pantai Sanur, sekitar 200 meter dari tepian pantai, cukup beberapa menit saja waktu yang diperlukan untuk mencapainya.

Tema yang diangkat pada pertemuan nasional kali ini adalah Peran Pendidikan Lingkungan Hidup Dalam Realitas Kemiskinan dan Permasalahan Gender. Peserta yang hadir merupakan utusan dari sekitar 40 anggota JPL yang diseleksi dari semua anggota yang ada di seluruh Indonesia, baik atas nama lembaga ataupun perorangan. Selain itu ada banyak juga undangan dalam acara ini, yang memiliki latar belakang kegiatan sesuai dengan tema besar yang di angkat pada PeNas.