[Profil] Perempuan Pejuang Lingkungan



Anilawati Nurwakhidin (Koordinator Tim Kampanye Zero Waste YPBB)



Sosoknya begitu sederhana dan wajahnya tanpa polesan make up. Dengan kerudung dan pakaian santai yang biasa dikenakan, senyumnya yang ramah tidak pernah lepas ketika kita menyapa. Perempuan kelahiran 3 Juni ini banyak menghabiskan hari-harinya di Bandung meski berdomisili dengan nenek dan kakeknya di Cimahi.  


Tidak pernah terpikir sebelumnya Anil akan menjadi seperti sekarang ini, sebagai aktivis lingkungan. Mengenang masa kecilnya, Anil mengaku tidak punya cita-cita, ingin jadi seperti apa. Hari-harinya dihabiskan dengan sekolah. Orang tuanya tidak terbiasa berdiskusi tentang visi hidup dengan anak-anaknya. Di sekolah, katanya, Anil tidak ikut kegiatan berorganisasi. Baru di dunia kampus, dia mengenal kegiatan berorganisasi walaupun sifatnya lebih ke sebagai kegiatan pengisi waktu. Yang terpikir saat itu adalah menjalani sekolah sesuai jenjangnya. Kemudian, setelah lulus kuliah, ya kerja. Kerja itu harus yang menjanjikan di masa tua (baca: pensiun), begitu ucapan orang tuanya saat itu. Meski kuliah di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia, dulu namanya IKIP) yang lulusannya identik dengan menjadi guru, tapi Anil tidak berminat menjadi guru di pendidikan formal atau menjadi PNS sesuai keinginan orang tuanya. 

[Pikir] Riwayat Gerakan Lingkungan

Gerakan lingkungan lahir pada abad ke-19, dibidani oleh mereka yang peduli pada kelestariannya. Awal gerakan lingkungan terjadi pada tahun 1890, John Muir dan Robert Johnson sukses melobi Kongres untuk melestarikan Yosemite sehingga lahirlah Yosemite National Park. Keduanya kemudian bergabung membentuk Sierra Club, salah satu organisasi lingkungan pertama dan leluhur bagi banyak organisasi lingkungan modern. Di tahun yang sama, Gifford Pinchot kembali ke Amerika setelah belajar Kehutanan di Prancis. Dia terkejut sekali melihat penghancuran sumber daya alam di Amerika. Dia kemudian menata sistem pengelolaan sumber daya yang berfokus pada tebang pilih dan dibuatnya Hutan Lindung Nasional.
Di usianya yang dini, gerakan lingkungan di dunia dipengaruhi amat kuat oleh Pinchot dan Muir-Johnson. Pinchot menekankan pada konservasi, yaitu penggunaan sumber daya dengan pengelolaan yang baik, sementara Muir menekankan pada preservasi, yaitu alam yang sungguh-sungguh terjaga dan tidak diganggu oleh aktivitas manusia. 

[Masalah Kita] Aktivis Ramah Lingkungan, Mungkinkah?

Aktivis, siapakah mereka?

Sesungguhnya, siapapun bisa menjadi aktivis. Bahkan, setiap orang yang melakukan aktivitas guna mendorong perubahan situasi maupun kebijakan yang lebih baik bagi masyarakat maupun lingkungan dapat disebut sebagai aktivis. Hanya saja, terminologi aktivis saat ini menjadi sempit pada dunia aktivis yang suka melakukan protes di jalan-jalan atau di depan gedung wakil rakyat. Aktivis dipandang sebagai sesuatu yang radikal, beringas dan seram.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktivis adalah orang yang mampu menggerakkan orang lain untuk bertindak. Aktivis memiliki kemampuan mengatur orang lain (organisatoris), dan dianggap sebagai tokoh dan pelopor di bidangnya. Salah besar jika selama ini aktivis hanya ada pada lingkup dunia mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa saja yang bisa berperan sebagai aktivis. Seorang ibu rumah tangga pun bisa menjadi seorang aktivis, ketika kriteria yang disebut di atas telah dilakoni oleh ibu rumah tangga tersebut.

[Opini] Pelanduk yang Mati Suri

Tujuh tahun berlalu ketika Bandung mendapat bencana memalukan yaitu  longsornya tanah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Leuwigajah, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005. Peristiwa itu merupakan bencana sampah terbesar di Indonesia yang mengakibatkan korban meninggal 143 jiwa dan puluhan orang lainnya luka-luka.
Berita tentang bencana akibat kelalaian manusia tersebut diliput oleh seluruh media yang ada di Indonesia. Warga Jawa Barat gelisah karena sampahnya tidak diangkut, khususnya mereka yang berdomisili di kota Cimahi, kabupaten Bandung dan kota Bandung. Puncak bencana terjadi ketika Bandung dijuluki sebagai Bandung Lautan Sampah, sampai-sampai presiden Susilo Bambang Yudoyono turun tangan memberikan ultimatum.

[Media] No Impact Man : Antara Inspirasi dan Idealisme


Judul : No Impact Man
Tahun : 2007
Genre : Dokumenter
Pemain : Colin Beavan, Michelle Conlin, Isabella Beavan
Produksi : An Eden Wormfeld films, Shadowbox Film and Laura Gabbort Film Production
Produser : Julia Parker Benello, Diana Barrett dan Dan Cogan
Editor : William Haugse A.C.E dan Matthew Martin
Durasi : 1 jam 29 menit
Bahasa : Bahasa Inggris dengan subjudul dalam bahasa Indonesia

Film ini merupakan kisah perjalanan seorang warga Amerika Serikat, Colin Beavan yang mencetuskan gerakan untuk tidak menghasilkan dampak terhadap bumi. Semua perjalanan gagasannya ini didokumentasikan dalam film dan buku yang berjudul No Impact Man.

[Tips] What Can You Do as an Eco-Traveller?

Dalam dunia wisata, kata “eco” atau “green” sedang gencar didengungkan. Salah satu contohnya adalah ecotourism atau green-tourism. Sementara orang yang melakukannya disebut eco-traveler atau green-traveler. Penggunaan kata eco atau green tersebut untuk menunjukkan bahwa segala hal yang dilakukan dalam perjalanan wisata merupakan perjalanan yang ramah lingkungan, dan memelihara alam.

Sebenarnya semua orang yang melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat bisa dikategorikan sebagai eco-traveller. Menjadi eco-traveler tidak harus mahal, tidak pula harus melakukan perjalanan dengan mendaki gunung dan menuruni lembah, tidak pula harus memanjat tebing terjal, atau  masuk gua-gua, maupun keluar masuk hutan. Menjadi eco-traveller tidak harus selalu menantang alam.

[Jalan-Jalan] Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Banyu Biru

Terik matahari pagi mengiringi kami menuju lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Banyu Biru milik Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Dengan menumpang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Pak Aep, kami menuju ke wilayah pinggir sungai yang cukup sempit. Di sana, terlihat pipa-pipa menjulur dari kaki gunung. Ujung pipa-pipa itu berakhir di sebuah bangunan berisi mesin-mesin yang mampu mengkonversi arus air menjadi arus listrik. Bangunan yang luasnya kira-kira 3 x 8 meter itu tampak masih baru, ditandai oleh segarnya polesan cat pada dindingnya. Di depan bangunan terdapat sebuah antena parabola. Namun, antena tersebut belum berfungsi. Rencananya, antena parabola tersebut akan berfungsi sebagai pengontrol mesin PLTMH jarak jauh. Di dekat bangunan kecil PLTMH itu, terdapat tanah seluas 200 m2 yang direncanakan untuk berbagai fungsi di kemudian hari.