Editorial Pro:Aktif Online Agustus 2015

http://www.kidnesia.com/Kidnesia/
Potret-Negeriku/Warisan-Nusantara/
Mengibarkan-Bendera-Merah-Putih
Salam kemerdekaan!
Salam Informatif dan Transformatif!

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang merdeka, Pro:aktif Online ingin ikut mengambil bagian dalam mengisi kemerdekaan ini dengan menyajikan berbagai informasi yang memberikan perubahan positif bagi masyarakat. Perubahan-perubahan yang diharapkan dapat terjadi itu dimulai dari bagian terkecil masyarakat, yaitu keluarga. Untuk itu, Pro:aktif Online edisi Agustus 2015 ini mengambil tema "Keluarga". Dalam edisi ini, kami mengangkat berbagai isu seputar keluarga.

Konsep keluarga mengalami perubahan makna dari masa ke masa. Mulai dari keluarga besar di masa lalu, sampai keluarga inti di masa sekarang. Saat ini keluarga dianggap sebagai satuan terkecil di masyarakat. Di dalam keluarga terjadi proses transfer nilai-nilai yang ingin diwujudkan di masyarakat. Nilai-nilai tersebut yang diharapkan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Keluarga banyak berperan dalam kemunculan para aktivis. Banyak aktivis yang tumbuh dan berkembang karena inspirasi dan dukungan keluarganya. Banyak pula aktivis yang justru tumbuh karena berbagai masalah yang dihadapi di dalam keluarganya..

Rubrik Profil Pro:aktif Online kali ini mengangkat profil keluarga aktivis Antonius Sartono (Black) dan Elisabeth A.S. Dewi (Nophie). Hasil wawancara penulis dengan keluarga ini dirangkum dalam sebuah tulisan menarik tentang bagaimana keluarga aktivis ini membagi waktu untuk menjalankan kegiatan keluarga dan aktivisme mereka.

Dalam rubrik Pikir, penulis memaparkan tentang perubahan definisi dan bentuk keluarga dari masa ke masa serta peran penting keluarga dalam proses penemuan panggilan hidup seorang aktivis.

“Aktivisme selalu digerakkan oleh kasih sayang,” demikian salah satu kalimat yang disampaikan oleh penulis rubrik Masalah Kita. Dalam rubrik ini, penulis menceritakan pengalaman masa kecilnya bersama kedua orang tuanya yang menjadi aktivis. Selain kisah suka dan duka, penulis menceritakan bagaimana aktivitas kedua orang tuanya menginspirasinya sehingga menjadi seorang aktivis seperti sekarang ini.

Terbentuknya sebuah keluarga bukan semata-mata disebabkan oleh takdir. Ikatan suami dan isteri di dalam keluarga terjalin karena komitmen dan visi bersama. Penulis Rubrik Opini menguraikan mengenai pentingnya visi bersama di dalam keluarga. Ia juga mengungkapkan bahwa visi bersama di dalam keluarga juga perlu diarahkan menjadi sebuah visi transformatif. Visi transformatif merupakan sebuah visi yang mampu menempatkan peran setiap anggota keluarga di tengah lingkungan dan masyarakat, guna mendukung perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Bagi seorang aktivis yang banyak melakukan kegiatan, pengelolaan waktu secara efektif merupakan salah satu kunci keberhasilan. Bagaimana cara aktivis mengelola waktu mereka? Bagaimana agar mereka bisa menjadi aktivis profesional sekaligus sungguh-sungguh memperhatikan kehidupan pribadi dan hubungan dengan anggota-anggota keluarga? Dalam rubrik Tips, penulis membagikan kiat-kiat pengelolaan waktu yang lebih efektif.

Rubrik-rubrik lain yang melengkapi sajian Pro:aktif Online Agustus ini adalah rubrik Media yang mengangkat tentang cara pemanfaatan media sebagai sarana parenting di era internet dan rubrik Jalan-jalan yang menceritakan bagaimana para aktivis mengisi waktu luang mereka dan tempat-tempat wisata yang mereka kunjungi bersama keluarga.

Semoga setiap rubrik yang kami sajikan dalam edisi ini dapat menginspirasi terjadinya perubahan baik dalam paradigma maupun di dalam cara kita mengisi kemerdekaan yang sudah kita jalani selama ini.

Selamat menikmati!

[PROFIL] Dinamika Keluarga Aktivis: Dialog, Komitmen, Pengaturan



Mbak Nophie dan Mas Black

Aktivis, umumnya punya segudang kegiatan. Ketika seorang aktivis memutuskan untuk berkeluarga, akan muncul berbagai dinamika baru terkait urusan keluarga dan kegiatan-kegiatannya. Apakah aktivis harus selalu memilih salah satu antara keluarga atau aktivitismenya? Dapatkah pasangan aktivis menjalankan kedua peran sekaligus, mengelola keluarga dan tetap menjadi aktivis?

Kali ini, Pro:aktif Online mengangkat profil keluarga Elisabeth A.S. Dewi "Nophie"dan Antonius Sartono‘Black’, pasangan suami istri dengan dua orang anak, yang berbagi kepada KAIL tentang pengalaman hidup mereka dalam berkeluarga sekaligus menjalankan peran sebagai aktivis . Berikut petikan wawancaranya:

[PIKIR] Menjadi Keluarga di Indonesia


Sumber: pelajaranilmu.blogspot.com
Sebagai manusia, kita semua terlahir dari sebuah keluarga, dalam bentuk yang paling sederhana yakni ayah dan ibu.

Keluarga…
Kita mengenal keluarga tertua di dunia ini adalah keluarga Adam dan Hawa, menurut cerita yang ada di dalam kitab suci agama samawi (Kristiani, Islam, Yahudi), di mana diyakini bahwa mereka adalah manusia pertama yang ada di muka bumi ini. Adam dan Hawa membentuk keluarga dengan kedua anak mereka yang bernama Kain dan Habel, jadilah mereka keluarga pertama di dunia. Tentunya menurut kisah kitab suci tersebut.

Terlepas apa pun keyakinan Anda, kita tahu bahwa dengan komposisi yang membentuk sebuah keluarga, tidak memiliki banyak perubahan dari jaman dahulu hingga sekarang. Sebuah keluarga pada umumnya terdiri dari seorang ayah dan seorang ibu, serta anak-anak, inilah yang disebut sebagai keluarga inti.

[MASALAH KITA] Keluarga Aktivis, Aktivisme, dan Kasih Sayang

Oleh: Kontributor Pro:aktif Online


Sumber gambar:
http://moeslema.com/kontes-my-familiy-my-inspiration/
Buat saya seorang aktivis adalah sesorang yang mendedikasikan hidupnya untuk menjadikan dunia ini lebih baik. Apa yang menjadi concern  seorang aktivis bisa bervariasi baik dari isu lingkungan, masalah keadilan sosial, isu pendidikan, dan sebagainya. Cara memperjuangkannya juga bisa berbeda-beda. Ada yang aktif di LSM, ada yang merancang gerakan politik, ada yang menjadi relawan di berbagai tempat, ada yang menulis melalui media, dan sebagainya.  Yang jelas, bagi seorang aktivis, apa yang diperjuangkannya  lebih dari sekedar untuk kebaikan diri sendiri dan keluarga, tetapi juga untuk masyarakat yang lebih luas.

Saya sendiri tidak tahu apakah bisa mendefinisikan keluarga saya sebagai keluarga aktivis atau bukan. Yang jelas, tidak semua anggota keluarga saya adalah aktivis. Kedua adik saya adalah profesional di bidang masing-masing. Yang satu jadi wiraswasta dan yang lain bekerja sebagai seorang arsitektur di sebuah perusahaan. Namun, jelas kedua orang tua saya adalah seorang aktivis. Namun aktivitas Bapak maupun Ibu (Almh) sedikit berbeda.

Ibu saya sebenarnya dulu seorang arsitektur profesional. Namun, sejak muda beliau punya ketertarikan terhadap bidang-bidang sosial. Ketika masih mahasiswa beliau menghabiskan waktu luang menjadi reader tuna netra, mengurus anak-anak di panti asuhan, mengumpulkan darah untuk donor darah, dan sebagainya. Ketika beliau sudah berkeluarga dan berkarir, beliau tetap menyempatkan waktu untuk berkegiatan sosial, baik dengan mengedarkan dan merancang sistem pendistribusian buku bacaan untuk anak jalanan, membantu mendirikan taman bacaan, menyumbang pemikiran untuk mengurus pengungsi di Poso, dan ikut terbang ke daerah konflik untuk menghibur anak-anak yang ada di sana.

[OPINI] Visi Keluarga Transformatif - Visi yang Berpihak Pada Masyarakat


Diskusi Keluarga
Sebuah keluarga terbentuk atas dasar ikatan dan komitmen bersama antara suami dan istri. Ikatan tersebut dilandasi oleh perasaan saling mengasihi, komitmen bersama untuk membentuk sebuah keluarga, serta memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai oleh pasangan tersebut. Seringkali, komponen yang terakhir disebutkan jarang dibahas oleh pasangan suami istri yang saling mengikat diri dalam ikatan pernikahan. Kebanyakan, pernikahan  diartikan semata-mata sebagai takdir hidup semata, hanya agar masyarakat menilai bahwa dirinya berada pada status aman dan dapat diterima oleh masyarakat.

Sebagaimana layaknya sebuah pesawat yang hendak lepas landas, dalam sebuah pernikahan diperlukan arah yang hendak dituju bersama oleh pasangan suami istri. Mau ke mana arah keluarga kami? Akan menjadi seperti apa keluarga yang akan kami bentuk? Begitulah kira-kira pertanyaan yang perlu dijawab sebelum pasangan suami istri membentuk keluarga.

Keluarga dan Tantangan Jaman
Akhir-akhir ini, begitu sering kita menemui keluarga yang retak oleh beberapa sebab. Pertengkaran yang berlarut-larut, sulitnya menemukan kata rujuk, ketidakcocokan di antara suami dan istri. Saling tidak memahami keinginan satu sama lain. Merasa paling benar sendiri. Semua itu berujung pada perpisahan dan perceraian.

[TIPS] Berbagi Waktu Antara Keluarga dan Aktivitas


Sebagai manusia, kita tentu merupakan bagian dari sebuah keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar.  Posisi dan peran kita di dalam sebuah keluarga pun berbeda-bada, misalnya sebagai istri, suami, anak, menantu, kakek, nenek, paman dan bibi dan sebagainya. Setiap peran tentu menuntut perhatian kita yang kita berikan antara lain dalam bentuk waktu.

Sebagai aktivis, kita juga perlu melakukan kerja-kerja penting kita untuk mewujudkan impian kita akan perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Masalahnya, kerja-kerja penting kita tersebut banyak sekali membutuhkan waktu dari kita. Jangankan berbagi waktu untuk keluarga, banyak aktivis bahkan kekurangan waktu untuk mengurus dirinya sendiri.

Akibat situasi ini amatlah beragam. Banyak aktivis kemudian memilih untuk tidak menikah, sehingga mereka bisa fokus membaktikan diri mereka pada kerja-kerja penting untuk mewujudkan impian mereka. Ada yang menikah, tetapi memilih untuk tidak memiliki anak, agar masing-masing bisa fokus pada kerja-kerja aktivis mereka. Ada juga yang menikah, memiliki anak dan kemudian berbagi waktu dengan pasangannya agar masing-masing dari mereka dapat tetap beraktivitas dengan porsi waktu kerja yang lebih sedikit. Ada yang kebetulan cukup berada sehingga bisa membayar pembantu atau mengirim anaknya ke daycare, sehingga keduanya tetap bisa beraktivitas secara penuh. Apapun pilihan kita, semua memiliki konsekuensi.

[MEDIA] Media Internet dan Parenting

Oleh: Agustein Okamita

Di era internet ini, banyak kemudahan yang kita dapatkan dalam mengakses informasi. Kita bisa memperoleh informasi hanya dengan mengklik mouse di komputer atau menggeser jari di smartphone/tablet yang terhubung dengan internet. Mulai dari resep masakan sampai persoalan politik, semua ada di dalam genggaman kita.

Dunia parenting saat ini juga tidak bisa dilepaskan dari internet. Sebelum era internet, media yang menyajikan informasi tentang keluarga dan parenting masih sangat terbatas. Salah satu contoh media yang saya ingat adalah majalah Ayah Bunda, yang terbit sekitar tahun 1980-anLalu ketika era tabloid dimulai pada akhir tahun 1990-an, mulai muncul beberapa media yang membahas parenting di antaranya adalah tabloid Nakita, Mom and Kiddie, dan lain-lain. Ada juga beberapa majalah lain yang di dalamnya terdapat rubrik keluarga, tetapi tidak selalu berfokus pada tumbuh kembang anak.



Majalah Ayah Bunda.
Sumber: http://www.bimbingan.org/referensi-pilih-majalah-parenting-atau-ayah-bunda.htm
Internet memungkinkan kita untuk memperoleh lebih banyak informasi mengenai parenting. Jika informasi yang kita dapatkan dari media cetak masih terbatas, maka kita bisa mendapatkan informasi yang tidak terbatas dari media online. Ada banyak media cetak tentang parenting yang juga membuat website, agar informasi yang mereka berikan bisa diakses oleh lebih banyak orang. Media online berbahasa Indonesia yang membahas tentang parenting di antaranya Ayahbundatabloid Nakita, dan tabloid Parenting. Ada juga beberapa website atau blog pribadi yang membagikan hal-hal yang berkenaan dengan parenting dan keluarga, misalnya Rumah InspirasiParenting Ayah Edy, dan lain-lain. Jika informasi yang kita butuhkan tidak ada di media-media tersebut, kita bisa mencarinya dengan berbagai mesin pencari (search engine) seperti Google, Bing, Yahoo, dan lain-lain. Kita hanya perlu memasukkan beberapa kata kunci sesuai dengan kebutuhan kita, misalnya ‘potensi dan kecerdasan anak’, ‘penanganan anak autis’, ‘anak dan gadget’, ‘memilih bacaan anak’, dan sebagainya.


http://microsite.tabloid-nakita.com/newsletter/


[JALAN-JALAN] Liburan ala Aktivis


Di sela-sela kesibukan sebagai seorang aktivis, kadang kita tidak ada waktu untuk rehat sejenak bersama orang-orang terkasih. Apakah itu dengan orang tua, pasangan, anak atau bahkan sahabat. Berlibur adalah salah satu kegiatan menarik yang patut menjadi pertimbangan dalam mengisi waktu luang. Berlibur bukan sekedar tidak ‘bekerja’, tapi benar-benar memanfaatkan waktu dengan mengisi kesenangan dan berkumpul bersama. Mungkin ada yang sekedar jalan-jalan di sekitar kota atau ada juga yang sengaja merencanakan jauh-jauh hari sebelumnya untuk berlibur ke luar kota.


Kebanyakan bagi seorang aktivis, waktu libur dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan dan refreshing dari aktivitas keseharian. Pilihan lokasi liburan menjadi salah satu pertimbangan utama. Ada yang memang pilihan sendiri, diskusi dengan pasangan atau bahkan memenuhi keinginan/minat anak.

Dari hasil wawancara dengan beberapa aktivis, tempat favorit mereka untuk berlibur adalah pergi ke alam terbuka atau daerah wisata alam seperti pegunungan, pantai, dan laut. Tujuannya pun beragam, mulai dari menikmati keindahan alam dan keagungan Tuhan, menikmati udara segar dan menenangkan jiwa. Menyaksikan keindahan alam yang ada dapat membuat kita merasakan kebesaran Tuhan dengan menyaksikan ciptaan-NYA.