[PROFIL] Profil Ibu Menurut Aktivis Perempuan

Selama ini umumnya Konsep Ibu hanya melekat pada seorang perempuan, dan dikaitkan pada fungsi-fungsi tradisionalnya serta kemampuan mempunyai anaknya. Sharil Thurer dalam bukunya: The Myths of Moherhood (1994) memaparkan bagaimana budaya manusia telah mengintervensi konsep ibu yang baik/ideal ini, serta apa dampaknya bagi perempuan. Ada yang dimaknai dan didefinisikan oleh perempuan sendiri, tapi ada juga yang didefinisikan dan dikonstruksikan oleh mereka yang bukan perempuan untuk perempuan.
Bagaimana Konsep Ibu menurut aktivis perempuan yang juga sekaligus ibu? Bagaimana dalam budaya saat ini ibu-ibu, para aktivis kita ini mendefinisikan ke-ibu-an mereka? Apa yang mereka idealkan dari konsep ini? Berikut ini rangkuman wawancara Kail dengan tujuh orang aktivis yang juga ibu dari Jaringan Mitra Perempuan.

[PIKIR] Beda Cara Belajar Beda Tindakan


Cara belajar setiap orang berbeda satu sama lain. Selain dipengaruhi oleh faktor genetis, cara belajar kita juga dibentuk oleh faktor lingkungan yang turut membentuk kebiasaan kita antara lain melalui aturan-aturan sekolah, keluarga dan masyarakat. Perbedaan cara belajar ini pada akhirnya akan mempengaruhi cara kita bertindak dan menanggapi sesuatu. Banyak konflik terjadi akibat perbedaan cara belajar ini, misalnya konflik antara anak dan orang tua; antara suami-istri; antara pemerintah dengan rakyat maupun antara aktivis pendamping lapang dengan masyarakat dampingannya. Karena respon anak tidak sesuai dengan harapan orang tua maka orang tua berpikir bahwa anaknya nakal, pembangkang dan susah diatur. Karena lebih suka menjawab soal dengan caranya sendiri, seorang murid lantas dianggap bodoh oleh gurunya dan karena tidak membuat tanggapan sesuai harapan seorang gadis menganggap kekasihnya sudah tidak mencintainya lagi. Masih banyak lagi permasalahan dan konflik yang muncul akibat perbedaan cara belajar ini.

[MASALAH KITA] Mengapa hanya sedikit perempuan yang menjadi aktivis?


David kuliah di Jurusan Biologi, di mana 70% mahasiswanya adalah perempuan, tetapi dari sekitar enam tahun masa studinya, hanya sekali perempuan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Biologi. Setelah itu ia membuat LSM yang memiliki program relawan, yang mayoritas perempuan. Dari ratusan relawan yang kemudian direkrut menjadi staff, yang kemudian berkomitmen dan bertahan lebih dari lima tahun semua laki-laki. Ia juga berkawan dengan banyak aktivis yang juga perempuan, dan sayangnya… setelah menikah, mereka berhenti. Fenomena apakah ini?

Fenomena serupa ternyata tidak hanya terjadi pada dunia aktivis saja, namun juga terjadi dalam panggung politik bangsa kita, di mana mayoritas penduduknya juga perempuan. Sampai-sampai dalam pemilu tahun 2004, setiap partai harus memiliki calon perempuan minimal 30%.

[MASALAH KITA] Pergulatan dan Dialektika Aktivis Perempuan

Dengan makin kuatnya tuntutan arus demokrasi, dibarengi krisis yang melanda negeri ini, yang makin diperparah dengan tanggapan pihak penguasa lewat rekayasa dan teror kekerasan; kesadaran dan gerakan masa rakyat yang selama ini mengalami ketidakadilan dan ketertindasan menjadi makin terlihat. Termasuk para ibu yang tergabung dalam SIP (Suara Ibu Peduli) mulai memasuki kancah publik dengan memakai isu domestik untuk memperjuangkan keprihatinan mereka. Isu SARA yang dipakai untuk menghidupkan kerusuhan di berbagai wilayah di negeri ini, yang berpuncak pada tragedi Mei 1998 makin memperkuat solidaritas para perempuan dan juga laki-laki untuk bergerak. Aktivis-aktivis muda dan tua bangkit kembali, bersama-sama bergerak menantang teror, rekayasa dan kekerasan ini. Realita ketidakadilan sosial yang dialami mulai dikaitkan dan dimintakan pertanggungjawaban lewat ideologi negara dan agama serta budaya.

[OPINI] DISKURSUS PEKERJA PEREMPUAN DAN UPAH RENDAH

GLOBALISASI DAN PEKERJA PEREMPUAN

Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif bagi pekerja perempuan. Dampak positif glo
balisasi berimplikasi pada kesadaraan kesetaraan gender. Dengan adanya tuntutan globalisasi akan profesionalisme, dan merebaknya teknologi canggih, kaum perempuan berpeluang memanfaatkan potensi diri untuk karier mereka, misalnya melalui usaha-usaha pendidikan, perluasan jaringan pergaulan profesional, pengasahan keterampilan dan lain sebagainya. Melalui usaha-usaha pengembangan diri yang konstruktif dan kreatif, perempuan mampu berkompetisi secara sehat dalam dunia kerja dengan menggunakan ide-ide, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan mampu memanfaatkan informasi dan teknologi dengan baik dan tak kalah militan/taktisnya dengan pria.

[MEDIA] Jual-Beli Perempuan dan Anak - Resensi Film

Judul : Jual-Beli Perempuan dan Anak.
Tahun : 2003
Produksi : Yayasan Jurnal Perempuan
Produser dan Sutradara : Gadis Arivia
Jurnalis : Deedee Achriani, Gadis Arivia, Himah Solihah

Isu perdagangan perempuan dan anak semakin serius dibahas. Pemerintah, khususnya Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, menanggapi isu ini dengan mengeluarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdaganangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, dan saat ini sedang merancang Undang-Undang Penghapusan Trafiking. Sementara itu di tingkat masyarakat, berbagai organisasi dan lembaga turut menangani isu tersebut dengan melakukan penelitian dan sosialisasi. Yayasan Jurnal Perempuan salah satu lembaga yang selama ini bergerak untuk pemberdayaan perempuan, melakukan peliputan ke Kalimantan Barat dan pulau Batam untuk mendokumentasikan berbagai bentuk dan kasus perdagangan perempuan dan anak. Hasilnya dikemas dalam bentuk film dokumenter berdurasi sekitar 60 menit dan dalam format warna hitam putih.

[MEDIA] Perspektif Gender dalam Pendidikan









Penulis :Nurul Azkiyah, Budi Rajab, Gaby Weiner, Budie Santi, Gaguk Margono, Gadis Arivia, Eko Bambang Subiantoro, M.B. Wijaksana

Penerbit :Yayasan Jurnal Perempuan

Tebal :171 halaman

Terbit :Mei, 2002

Pendidikan merupakan hal yang esensial dan krusial dalam hidup berbangsa dan bernegara. Apalagi dalam negara yang mengakui demokrasi seperti misalnya Indonesia, di mana idealnya kesetaraan gender juga diakui secara moral dan bertanggung jawab. Namun masalahnya adalah bahwa pendidikan praksis yang selama ini berjalan pada dasarnya terbentuk atas konstruksi sosial yang sudah berakar dalam tatanan masyarakat yang bisa gender atau seksis. Padahal, suatu bangsa akan menjadi bangsa yang beradab dan berharkat apabila tolak ukurnya bahwa bangsa tersebut terdidik tanpa terkecuali., dalam hal ini perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki peluang dalam mengenyam pendidikan untuk saling bahu membahu membangun bangsa dan negara.

[MEDIA] Pendidikan Politik Melalui Komik



Pasca reformasi , ajang pemilu sering digunakan untuk meluncurkan banyak inovasi baru untuk melakukan pendidikan politik rakyat, salah satunya dalam hal media penyampaiannya. Dalam lingkup media cetak, komik menjadi pilihan menarik. Pasalnya, rakyat kebanyakan masih belum akrab dengan informasi naratif.

Pemilu tahun juga diwarnai berbagai usaha untuk melakukan sosialisasi pemilu sekaligus melakukan pendidikan politik dalam bentuk komik, misalnya yang dilakukan oleh Unisosdem dan Rindang Banua . Unisosdem memproduksi komik berjudul “Ketika Harus Berdemokrasi”, Rindang Banua memproduksi komik yang berjudul “Jangan Bingung !!!”.

[TIPS] Mengatasi Kaki Yang Pegal dan Telapak Kaki Yang Pecah-pecah

Sebagai aktivis yang mempunyai aktivitas dan mobilitas tinggi, kita kerapkali tidak punya waktu untuk memperhatikan diri kita sendiri. Perjalanan ke lapangan dan perjalanan lain yang biasa kita tempuh sebagai bagian dari konsekuensi aktivitas kita, tanpa kita sadari mempengaruhi kesehatan kita, yang selanjutnya bisa berdampak pada kinerja kita juga.
Kaki, sebagai salah satu bagian tubuh kita yang sangat menunjang aktivitas kita sebagai aktivis patut kita beri perhatian juga. Setelah perjalanan jauh, dalam kondisi cuaca yang kering dan berdebu, ataupun hujan, kaki kita seringkali menjadi capek, telapaknya pecah-pecah, lembab ataupun berkeringat sehingga mengeluarkan bau tidak sedap. Untuk mengurangi rasa pegal dan pecah-pecah, ada sedikit tips yang mungkin bisa bermanfaat bagi rekan-rekan.

Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan:
Air suam-suam kuku dalam baskom atau ember
Amplas untuk kaki atau batu apung
Sikat gigi bekas
Kain lap kering
Garam

[JALAN-JALAN] Pendidikan Pemilih untuk Perempuan

Menjelang Pemilu 2004 yang lalu, seorang staff Kail, Intan Darmawati, berkesempatan menjadi fasilitator pelatihan untuk pemilih perempuan di Makassar, Manado dan Tahuna. Berikut ini cerita lengkapnya.

Menjelang pemilu 2004 yang lalu, saya berkesempatan bergabung dalam tim kerja Panitia Pendidikan Pemilih Bagi Perempuan, sebagai koordinator fasilitator. Program ini merupakan kerjasama JMP-KWI dan Bipelwan PGI, yang dilakukan dalam empat tahap, di 23 kota dan 1090 lokasi di seluruh Indonesia.

Pelatihan diawali dengan TOT (pelatihan untuk para calon fasilitator) yang diadakan di tiga kota, yaitu Jakarta, Makassar dan Denpasar. Ketiga pelatihan ini melibatkan sekitar 150 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Para peserta inilah yang akan menjadi fasilitator lokal dan panitia lokal serta sosialisator pada pelatihan-pelatihan tahap selanjutnya.