Nama saya, Novi. Selepas
kuliah, orientasi saya sangat berbeda dengan apa yang saya lakukan sekarang.
Selayaknya fresh graduate lainnya, orientasi hidup saya saat itu adalah bekerja
untuk mendapatkan penghasilan sebanyak-banyaknya. Kebetulan pekerjaan yang
tersedia saat itu adalah menjadi marketing sebuah perusahaan swasta.
Tuntutan yang saya hadapi
untuk bertahan di pekerjaan tersebut adalah saya harus tampil menarik, seragam,
rapi, teratur dan tentunya profit. Pada awalnya saya melihat itu sebagai hal
yang saya impikan dan seharusnya saya lakukan karena setiap wanita seumuran
saya dan di lingkungan saya, ya seperti itu.
Saya ingin belajar menjadi
yang terbaik di bidang saya, tetapi hasil yang saya dapatkan ternyata malah
terbalik. Performance saya dalam pekerjaan tidak pernah baik karena tuntutan
pekerjaan dan ekspektasi orang lain terhadap diri saya sangat bertolak belakang
dengan pribadi saya. Puncaknya, saya memutuskan untuk mencari tahu apa yang
saya sukai, mulai dari buku-buku yang telah saya beli, film-film yang saya
tonton, pengalaman menyenangkan yang pernah saya alami sewaktu kuliah maupun
teman-teman yang nyaman saya ajak berdiskusi.
Proses tersebut membantu
saya membayangkan pekerjaan seperti apa yang diinginkan di dalam hidup saya.
Akhirnya, saya mendapatkan pekerjaan yang saya inginkan (walaupun itu sudah
terlambat 2 tahun) yaitu menjadi seorang pekerja sosial. Menjadi pekerja sosial
saat itu jauh dari kesan keren dan menjanjikan prosperity, bahkan beberapa
teman dan keluarga tidak setuju pada awalnya. Tetapi restu dan dukungan pada
akhirnya datang dari mereka karena terdapat perubahan pada diri saya. Saya
tidak tahu pastinya apa yang mereka lihat, tetapi perasaan yang saya rasakan
saat bekerja adalah lebih bersemangat, bahagia, kreatif, tenang, tanpa beban
dan punya tujuan. Mungkin pancaran seperti itulah yang pada akhirnya terpantul
dari cermin saya sendiri untuk melawan cermin sosial di lingkungan terdekat
saya.
Di dunia ini, Anda dapat
menemukan banyak kisah seperti Novi.
Ketika kecil kita hidup
berdasarkan harapan-harapan orang tua kita. Saat remaja kita hidup berdasarkan
harapan-harapan kawan-kawan kita. Saat dewasa, kita hidup berdasarkan
harapan-harapan pasangan kita. Di masyarakat kita hidup mengikuti
tuntutan-tuntutan masyarakat yang memiliki perspektif tertentu tentang apa yang
disebut berhasil dan apa yang disebut baik. Masalahnya apakah yang disebut
berhasil dan baik oleh seluruh entitas di luar diri kita sesuai dengan keinginan-keinginan
terdalam kita? Apakah memenuhi tuntutan-tuntutan dari luar dan memperoleh
status “orang yang sukses” membuat kita benar-benar bahagia, hidup penuh dan
bermakna? Apakah kita mau terus hidup di dalam cermin sosial?
Apa sih definisi cermin
sosial?
Stephen Covey dalam bukunya
“The Seven Habits of Highly Effective
People”, memperkenalkan
konsep proaktivitas. Menurut Covey, proaktivitas berarti bertanggung jawab
penuh akan hidup kita sendiri. Bertanggung jawab berarti siap mengambil
konsekuensi dari pilihan-pilihan hidup kita. Dan pilihan hidup tersebut
haruslah didasarkan pada keempat anugerah kodrati, yaitu imajinasi, kesadaran
diri, kehendak bebas dan suara hati.
Bila mengikuti
definisi tersebut, maka, hidup dalam cermin sosial berarti, hidup yang dijalani
tidak menggunakan anugerah kodrati kita sendiri. Kita tidak menggunakan seluruh
imajinasi, kesadaran diri, kehendak bebas dan suara hati kita. Hidup kita
ditentukan oleh kehendak orang lain, sebagai upaya memenuhi harapan-harapan
orang lain, atau karena terpaksa, atau tidak sesuai dengan suara hati kita.
Apa sih resiko hidup dalam
cermin sosial?
Sebetulnya, yang
paling tahu apakah kita hidup berdasarkan cermin sosial atau tidak adalah diri
kita sendiri. Jika kita mengalami konflik batin yang tertuang dalam berbagai
perasaan negatif seperti rasa jenuh,capek, bodoh, malas, tidak kreatif (pikiran
mentok), muak karena menjalani rutinitas tanpa nilai apapun, atau perasaan
bersalah karena terpaksa melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan diri
sejati kita; ada kemungkinan hidup kita telah ditentukan oleh cermin sosial.
Kita merasa tidak puas terhadap hidup kita sendiri.
Mereka yang hidup
dalam cermin sosial seringkali justru merupakan orang-orang yang dipandang
sukses di dalam masyarakat. Di dalam kesuksesannya, mereka justru tidak merasa
puas atau merasa salah di dalam hidup mereka. Jika kita mengalami hal-hal
semacam ini, kemungkinan kita mulai menyadari bahwa hidup kita belumlah seperti
yang benar-benar kita inginkan.
Apakah resiko melepaskan
cermin sosial dan hidup berdasarkan keinginan-keinginan terdalam kita?
Merujuk pada Covey,
melepaskan cermin sosial berarti hidup dalam proaktivitas. Hidup proaktif
berarti mengambil pilihan dengan kehendak bebas. Kita akan menerima konsekuensi
pilihan tersebut dengan gembira dan lapang dada. Hidupku adalah pilihan yang
kupilih sendiri. Pilihanku tidak tergantung dari pendapat orang tuaku.
Pilihanku tidak ditentukan oleh anakku, pasanganku, kawanku atau tetanggaku.
Aku mengambil pilihan karena aku sungguh-sungguh menginginkannya.
Pilihan-pilihan bebas yang
diambil tersebut juga didasarkan pada kesadaran diri yang tinggi. Aku tahu yang
aku mau, aku tahu apa yang aku cari, bukan aku merasa aku mencari sesuatu
karena seseorang menganggapku baik untuk itu. Aku mengenal diriku sendiri
dengan baik, termasuk harapan-harapan terdalam dan impian-impianku terhadap
hidupku ini.
Kesadaran diri yang tinggi
dapat diasah dengan melatih diri untuk selalu mendengarkan suara hati kita
sendiri, mengenali panggilan-panggilan jiwa kita, dan keinginan-keinginan
terdalam kita. Dan yang terakhir pilihan proaktif tentu didasarkan pada imajinasi
maksimal tentang apa yang mungkin terjadi akibat pilihan-pilihan kita. Resiko
melepaskan cermin sosial adalah mungkin kita akan kehilangan cap sukses di mata
orang lain yang memiliki tuntutan/gambaran/harapan tertentu terhadap hidup
kita, tetapi kita akan merasa nyaman dengan diri kita sendiri. Kita mungkin
dianggap sebagai orang yang aneh, keras kepala, atau tidak mau menurut pada
orang tua atau aturan masyarakat. Kita mungkin akan merasa telah mengecewakan
orang-orang yang kita cintai.
Jurus-jurus keluar dari
Cermin Sosial
Ada resiko-resiko
yang harus kita tanggung ketika kita hidup dalam cermin sosial . Jika kamu saat ini sedang berada dalam
cermin sosial dan ingin melepaskan diri darinya, berikut ini adalah jurus-jurus
yang perlu kita lakukan
1.
Kenali Dirimu yang Sejati dan Impian-impian
terdalammu
2.
Jujur kepada diri sendiri dan kepada orang lain
3.
Ungkapkan dirimu dan impian-impianmu dengan jujur
4.
Konsisten dengan apa yang sudah dipilih
5.
Siap menghadapi konsekuensi pilihan hidup kita
Hidup dengan cermin sosial
ataupun tidak adalah pilihan. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Nah, sekarang,
kita ingin hidup kita seperti apa?
***
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini