Ketika
tsunami di Aceh terjadi pada tahun 2004,
seorang teman saya kehilangan seluruh keluarganya. Dia sedang menuntut
ilmu di pulau Jawa sehingga tidak mengalami diterjang tsunami. Tetapi semua
orang yang dikasihinya, khususnya sang Ibu meninggal dunia. Teman saya itu
sangat dekat dengan ibunya. Saya masih ingat betapa keras teriakannya saat
mendengar kabar duka tersebut. “Saya ingin ibu saya kembali!”
Cerita
di atas hanya salah satu contoh dari pengalaman pahit seseorang. Setiap orang
pasti pernah mengalami pengalaman pahit meski dengan cara yang berbeda.
Mengalami bencana alam, mengalami kekerasan psikis maupun fisik, kekurangan uang, melihat orang yang dikasihi jatuh sakit, kehilangan orang yang dikasihi, dikhianati, patah hati, kelaparan, diperlakukan tidak adil, digusur dari tempat tinggalnya, sakit, dikhianati, keluarga pecah, gagal, diabaikan, tidak dihargai, dan lain-lain. Semuanya pengalaman pahit.
Mengalami bencana alam, mengalami kekerasan psikis maupun fisik, kekurangan uang, melihat orang yang dikasihi jatuh sakit, kehilangan orang yang dikasihi, dikhianati, patah hati, kelaparan, diperlakukan tidak adil, digusur dari tempat tinggalnya, sakit, dikhianati, keluarga pecah, gagal, diabaikan, tidak dihargai, dan lain-lain. Semuanya pengalaman pahit.
Pengalaman pahit
adalah hal yang sangat menyebalkan. Rasanya sakit dan tidak pernah mudah untuk
dilewati. Kadang butuh waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan rasa sakit
yang ada. Dan tidak semua orang bisa melewatinya.
Apakah
seseorang bisa belajar dari pengalaman pahit? Ozlem Ayduk, seorang ahli
psikologi dari Universitas California, Berkeley menyatakan bahwa ada beberapa
orang yang berhasil belajar dari pengalaman pahit dan beberapa orang yang tidak[1].
Menurutnya, salah satu cara untuk bisa belajar dari pengalaman pahit adalah
dengan mengambil jarak dari perasaan kita terhadap pengalaman pahit tersebut.
Dalam penelitiannya, Ayduk dan Kross meminta sejumlah orang untuk membayangkan
pengalaman pahitnya. Satu kelompok diminta melihat pengalaman tersebut dari
dari kacamatanya sendiri sedangkan yang lain diminta membayangkan pengalaman
pahitnya dari kacamata seekor lalat yang melihat pengalaman tersebut.
Ternyata,
kelompok kedua lebih mampu menganalisis pengalaman pahit mereka secara lebih
konstruktif sehingga mampu mengambil pelajaran dari pengalaman pahit tersebut.
Jadi, untuk bisa belajar dari pengalaman pahit, salah satu hal yang harus
dilakukan adalah mencoba berjarak terhadap perasaan kita terkait pengalaman
tersebut. Tapi, bagaimana caranya? Memangnya mudah? Dari pengalaman sendiri,
saya bisa mengatakan bahwa untuk bisa berjarak terhadap pengalaman pahit bukan
perkara mudah. Kadang kita membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa
melakukannya.
Perlunya Supporting
System
Tahun 2007 saya berada dalam keadaan yang tidak baik karena mengalami
beberapa masalah. Tak lama kemudian saya diajak untuk mengikuti support group visi dan misi pribadi yang
diselenggarakan oleh KAIL. Salah satu kegiatannya adalah saya dan peserta lain
(hanya ber-5) diminta untuk menggambarkan sungai kehidupan masing-masing.
Sungai kehidupan adalah sebuah gambar yang merepresentasikan titik-titik
penting dalam hidup kita. Hal ini berarti kita perlu mengingat pengalaman baik
yang menyenangkan maupun pahit yang menjadikan diri kita seperti sekarang ini.
Setelah menggambar, masing-masing peserta diminta bergantian menceritakan
sungai kehidupannya. Peserta yang lain harus mendengarkan dan bisa mengajukan
pertanyaan.
Proses tersebut memungkinkan saya untuk
mengingat kembali pengalaman pahit saya, memvisualisasikannya, menceritakannya
kembali, dan menjawab pertanyaan orang lain tentang pengalaman pahit tersebut.
Ternyata proses itu memungkinkan saya belajar dari pengalaman pahit saya. Saya
belajar bahwa diri saya yang sekarang tidak terlepas dari pengalaman yang saya
alami di masa lalu, yang baik maupun yang buruk. Meskipun tidak selalu,
beberapa isu yang saya pedulikan beririsan dengan pengalaman pahit saya
sendiri. Misalnya, saya pernah mengalami bullying.
Hal ini membuat saya cukup peduli dengan isu bullying.
Bullying, sumber : www.crapmama.com |
Saya juga belajar
bahwa pengalaman pahit memungkinkan saya bisa lebih memahami perasaan orang
lain yang punya pengalaman sejenis. Pemahaman ini sangat berharga. Sebagai
analoginya orang yang pernah terkena penggusuran pasti lebih mudah memahami orang
yang juga pernah terkena penggusuran. Pemahaman ini akan sangat membantu,
misalnya saat dia mau membuat gerakan untuk mendukung orang-orang yang terkena
penggusuran.
Sekarang, saya bisa
menuliskan segalanya tentang pengalaman pahit saya. Tapi bertahun-tahun yang
lalu, mungkin saya tidak bisa melakukannya. Mungkin saya hanya bisa merasakan
sakitnya tanpa bisa belajar darinya. Saya beruntung karena dengan mengikuti suport group visi dan misi KAIL, ada sebuah sistem yang memungkinkan
saya bisa lebih mudah belajar dan berefleksi dari pengalaman pahit saya.
Belajar dari pengalaman pahit bukanlah hal yang mudah. Sebuah
pengalaman pahit bisa terjadi jauh sebelum hari ini, misalnya belasan tahun
yang lalu tetapi rasa sakitnya masih terasa hari ini. Enid Vazquez, seorang
konselor HIV pernah mengatakan bahwa setiap orang membutuhkah support system atau sistem bantuan. Semakin berkualitas support system tersebut, kita akan
menjadi lebih baik. Jadi, mari memperbanyak support
system yang memungkinkan lebih banyak orang bisa menjadikan pengalaman
pahitnya sebuah pelajaran yang berharga!
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini