Editorial Pro:aktif Online, edisi Desember 2013

Salam inspiratif dan transformatif!

Di penghujung tahun ini, Pro:aktif Online hadir di tengah-tengah Anda dengan tema “Seni Untuk Perubahan”.

Telah kita ketahui bersama, seni merupakan proses kreativitas manusia, yang berasal dari ide, gagasan, luapan perasaan yang diekspresikan melalui media tertentu, sehingga orang lain dapat turut menikmatinya dan dapat turut mengapresiasi pesan yang disampaikan oleh pembuat karya seni tersebut. 

[Profil] Pelukis Hardi : Wangsit Perubahan Melalui Seni


Seneca menulis, semua seni adalah tiruan alam. Tiruan dari alam, yang dikenali semua manusia melalui proses berkesadarannya menjadi mahluk berbudaya. Selain alam raya di kekinian kita, juga boleh ‘alam-alam’ lain yang dikenal oleh sang seniman.

‘Seni sebagai peniruan’ menjadi alat penggambaran alam oleh para manusia berkesadaran, yang kita sebut seniman. Ada kalanya menampilkan fenomen-fenomen proses alam semata, namun lebih banyak yang menjadikan bumi dan langit sebagai ruang untuk menyorot jejak-jejak keberadaan manusia. Lewat para seniman, perubahan makin nyata tergambar dan terabadikan di bumi.

Seni lukis gua jaman purba melaporkan musim-musim perburuan hewan. Arsitektur Borobudur

[Pikir] Pengaruh Seni Dalam Hidup Manusia


Oleh: David Ardes Setiady

Seni untuk individu berguna untuk mengasah rasa sehingga hidup menjadi berwarna-warni dan lebih bersemangat. Sementara di sisi lain, seni memiliki fungsi sosialnya sebagai media komunikasi, yaitu untuk menyebarkan pesan-pesan sosial. Bilamana kemudian posisinya di tengah masyarakat, apakah memihak rakyat atau menjadi alat propaganda penguasa semata, menjadi hal lain yang dapat diperdebatkan. Namun, seni perlu dilihat lagi dalam perspektif manfaat bagi perkembangan diri manusia, di mana manusia semakin menemukan dirinya melalui seni.

SENI DAN MANUSIA


Seni merupakan proses kreativitas manusia, yang berasal dari ide, gagasan, luapan perasaan

[Masalah Kita] Mengangkat Seni Sebagai Ekspresi Keprihatinan Masyarakat


Oleh: Navita Astuti

“Kesenian sekarang 90% bisu. NIR POLITIK. Lembaga seni dikuasai birokrat jejadian, atau seniman mediocre, sehingga mereka menjadi hamba sahaya.”

Pernyataan tersebut dicetuskan oleh seorang seniman pelukis dan budayawan, R. Soehardi (62 tahun) dalam jawaban kuesioner yang kami sebarkan ke sekian banyak seniman di Indonesia. Sebuah pernyataan yang mengkritik dunia seni jaman sekarang, terutama di nusantara ini. Apa pasal dunia seni Indonesia menjadi bisu?

Gaya hidup masa kini yang serba instan dan praktis bisa saja menjadi salah satu penyebabnya. Sesuatu yang instan, didapatkan secara cepat,

[Opini] Seni yang Merakyat


Oleh: Selly Agustina

Bagi saya, sebagai pengamat dan pelaku seni, adalah  suatu kesenangan dan  kepuasan hati ketika dapat menuangkan ekspresi diri saya dalam kegiatan melukis, bermain musik atau menulis. Kenikmatan dalam mengekspresikan diri melalui seni tentu dialami oleh orang lain juga. Orang-orang yang menyebut dirinya seniman, mengekspresikan diri melalui seni, dan mencapai aktualisasi di bidang ini.

Namun demikian, pernahkah pembaca  berpikir bahwa seni bisa mempengaruhi suatu tatanan politik dan sosial di dalam masyarakat? Meski banyak kalangan seniman mempertahankan karya seninya bebas nilai, namun perkembangan seni kontemporer saat ini  tidak terlepas dari pengaruh sistem sosial dan politik yang ada. 

Kita ingat pada masa revolusi kemerdekaan di tahun 1945, bahwa

[Media] ARPILLERA : Sebuah Seni Perca Untuk Perubahan

Oleh: Melly Amalia

Jarum jahit, jarum pentul, benang sulam, kain perca dan kain dasar menjadi rangkaian bahan pembuatan Arpillera. Dalam proses pembuatannya, biasanya kita berimajinasi dulu, membayangkan akan membuat apa dan pesan apa yang ingin disampaikan, lewat sebuah pola gambar yang bercerita. Bukan hanya sekedar memanfaatkan kain perca, tapi ada suatu maksud di balik itu. Melainkan seni perca untuk melakukan perubahan.

Penulisan Arpillera yaitu A-r-p-i-l-l-e-r-a, tapi pengucapannya menjadi ‘Arpiyera’. Arpillera adalah sarana menyampaikan pesan, mengekspresikan suatu maksud melalui media kain perca. Arpillera umumnya melukiskan kehidupan sehari-hari, kejadian atau peristiwa tertentu baik dari pengalaman pribadi maupun dari orang lain. Bisa juga mengandung rekaman suatu peristiwa sejarah. Dalam dunia aktivis, Arpillera biasa digunakan untuk mengatasi trauma

[Tips] Bersama Arpillera, Aktivis Bercerita


Pada rubrik Jalan-Jalan, telah diulas mengenai asal muasal kerajinan perca Arpillera. Telah kita ketahui pula bahwa seni Arpillera bertujuan untuk mendorong suatu perubahan baik sosial, politik maupun lingkungan hidup. Di negeri asalnya, Chile, Arpillera merupakan alat perjuangan  para ibu untuk melawan rezim militer. 

Saya aktif di GSSI (Garage Sale Sekolah Ibu). GSSI merupakan organisasi non-profit di Bandung yang menitikberatkan fokus perjuangannya pada pengembangan lingkungan yang kondusif bagi anak. Dalam kegiatannya  kami mengunakan Arpillera untuk menyuarakan isu-isu

[Jalan-Jalan] Pendidikan Seni di Kuba : Pendidikan Seni Untuk Semua

Oleh: Dhitta Puti Sarasvati

Anita tinggal di Jakarta. Dia suka menari. Untuk menyalurkan hobinya dia mengikuti sanggar tari dan berlatih dua kali seminggu. Biaya yang harus dikeluarkannya untuk mengikuti sanggar adalah Rp 250.000,- per bulan. Harga tersebut tidak terlalu mahal dibandingkan tempat-tempat kursus menari lainnya.  Dengan harga tersebut dia sudah bisa berlatih dibimbing oleh seorang guru profesional.
Kini sudah 9 tahun Anita berlatih menari.  Anita tahu bahwa dia bukanlah penari yang paling jago. Teman-temannya yang lain lebih lentur juga lebih lincah dalam menari. Terkadang Anita pun lupa gerakan dari tariannya. Pasti dia tidak akan jadi penari profesional. Meskipun begitu, dia akan terus menari. Kalau bisa seumur hidupnya. Dengan begitu dia bisa terus menjaga kebugaran sekaligus bersenang-senang. Yang paling penting, dengan menari Anita merasa lebih hidup. Emosinya tersalurkan, ada tempat baginya untuk melepas pikiran dan berkonsentrasi pada alunan musik dan gerakan tubuh. Dengan menari,