” Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, tujuan
keseluruhan dan akhir dari eksistensi manusia.” – Aristoteles
(Filsuf Yunani, 384 – 322 SM)
Begitu
pentingnya
kebahagiaan sehingga gerak hidup manusia didasari oleh upaya mencari
kebahagiaan sebagai suatu tujuan, seperti yang diungkapkan Aristoteles di
atas. Kebahagiaan tidak sekedar tujuan yang kita tentukan, akan tetapi juga bagaimana kita memaknainya sebagai
langkah awal sebelum kita sampai kepadanya.
Kita lihat misalnya di
hari Kasih Sayang atau biasa juga
disebut Valentine Day yang dimana-mana dirayakan dengan
pelbagai
cara. Mulai dari memberikan coklat pada seseorang, sampai dengan
kencan spesial dengan orang tersayang. Tindakan-tindakan kita dalam
mengekspresikan kasih sayang pada hari itu apakah memiliki suatu arti? Rasanya iya.
Kita
melakukan kesemua itu demi membahagiakan orang-orang tertentu dalam hidup ini.
Harapannya dengan melihat orang tersebut berbahagia, kita pun ikut bahagia.
Setiap
orang memiliki makna kebahagiaannya masing-masing dan hal-hal yang membantu
mereka mencapai kebahagiaan dalam hidup. Beberapa waktu ini KAIL mencoba untuk
melihat arti kebahagiaan di antara para aktivis dengan cara menanyakan beberapa
pertanyaan terkait kebahagiaan ini. Kami melakukan wawancara tertulis kepada 9 narasumber dari berbagai
komunitas.
Hasil dari wawancara ini dimaksudkan untuk melihat gambaran sekilas bukan
gambaran besar, yang diharapkan bisa memberikan inspirasi bagi rekan-rekan
aktivis yang lain dalam meraih kebahagiaan.
Kami membuat 5 item pertanyaan untuk dijawab oleh
responden :
- Dalam hidupmu, kapankah saat-saat paling membahagiakan dalam hidup kamu?
- Mengapa kamu menganggap jawaban no.1 adalah momen paling membahagiakan dalam hidup?
- Menurut kamu, berbahagia itu seperti apa?
- Apakah menurutmu masyarakat di dunia ini berbahagia atau tidak? Mengapa?
- Menurutmu, bagaimana cara lebih baik, cepat dan mudah untuk berbahagia?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan mampu menggambarkan
pemaknaan seseorang tentang kebahagiaan dan faktor-faktor apa sajakah yang membuat mereka
berbahagia. Pandangan mereka terhadap kebahagiaan yang muncul dari dalam diri
tergambar dari 3 pertanyaan pertama tentang momen kebahagiaan beserta alasannya
dan deskripsi berbahagia seperti apa. Sedangkan faktor dari luar akan tergambar
dalam jawaban terhadap pertanyaan nomor 4 yang merupakan proyeksi kebahagiaannya yang terdapat
di lingkungannya. Kemudian, kita akan berbagi inspirasi dari rekan-rekan aktivis
ini tentang tips yang cepat dan mudah untuk berbahagia.
Dari 3 pertanyaan pertama, kebanyakan narasumber mendapatkan kebahagiaan terkait dengan keberadaan orang lain. Kebahagiaan
yang terkait dengan orang lain bisa dikatakan sebagai kepuasan di mana apa yang
kita kerjakan terkait dengan orang lain dan reaksi orang lain atas apa yang
kita kerjakan itulah yang memberikan perasaan bahagia. Atau kebahagiaan itu
terkait dengan sebuah momentum di mana kebersamaan dengan orang lain
menghadirkan rasa nyaman.
Kita coba bandingkan jawaban dari 2 narasumber berikut :
- “Saat paling membahagiakan adalah saat bisa berkumpul dengan suami, anak, mama dan keluarga” – Dydie Prameswari.
- “Apabila dikaitkan dengan aktivitas saya sebagai trainer, maka saat yang paling membahagiakan adalah ketika saya menemukan ada partisipan training yang saya berikan bisa membuktikan dalam hidupnya bahwa materi yang saya berikan berguna untuk kehidupannya” – Elisabeth Dewi.
Kedua jawaban di atas menggambarkan soal kebahagiaan
yang didapat karena faktor keberadaan orang lain, tetapi tidak berarti
kebahagiaan kita menjadi bergantung kepada orang lain. Kehadiran orang lain
bisa membantu menguatkan perasaan bahagia kita seperti yang tertuang dalam
jawaban narasumber yang bernama Monica
Anggen : “Saya merasa hidup saya menjadi lebih berguna baik bagi diri saya
sendiri dan yang paling utama saya berguna bagi orang lain.” Merasakan bahwa
diri kita memiliki fungsi bagi orang lain menjadi kunci pembuka menuju kepada
kebahagiaan, ketika kita membuat sesuatu dan bukan hanya diri kita yang
menikmati, namun orang lain juga turut merasakannya.
Mungkin bukan kebetulan jika para narasumber yang merupakan aktivis di bidangnya masing-masing, merasa bahagia
ketika mampu berbuat bagi orang lain. Apakah ini mengartikan bahwa para aktivis
adalah orang-orang yang berbahagia dengan berbuat bagi orang lain? Rasanya
bukan hanya para aktivis, akan tetapi sifat alami setiap manusia untuk hidup
saling berbagi. Pernahkah mendengar kata-kata “Makanan sepiring untuk empat orang mungkin
tidak cukup mengenyangkan perut, tetapi lebih dari cukup untuk memuaskan batin” Atau “Makan
tak makan asal ngumpul” Perkataan itu hendak menyampaikan bahwa bukan kebutuhan
fisik yang mampu memberikan kebahagiaan sejati, melainkan berkumpul bersama dengan
orang-orang yang kita sayangi.
Kebahagiaan memang tidak tergantung dari luar diri
kita. Para narasumber menyadari hal tersebut, bahwa menjadi bahagia itu
dimulai dari dalam. Semua itu dapat dilakukan dari hal-hal yang sederhana,
misalnya tidur cukup, makan cukup. Seperti yang diungkapkan oleh Anilawati :
“Sederhana aja, bisa makan cukup, tidur tenang, bisa
kumpul-kumpul dan bisa “memberi” kepada orang lain. (“memberi” = tidak selalu
berupa materi)”. Dari pernyataan itu,
bisa dilihat bahwa terdapat unsur orang lain yang menambah lengkap kebahagiaan.
Tetapi ada juga narasumber yang memaknai kebahagiaan karena hadirnya orang yang dicintai. Rahmi Fajri
merasa bahwa bahagia adalah ketika orang yang dicintai bersama dengan kita,
dengan adanya mereka kita bisa meminta apa yang kita inginkan. Yang menarik di
sini adalah apakah yang sebenarnya kita perlukan dari orang lain untuk bahagia?
Mungkin ini jawabannya tidak tunggal.
Bagaimanakah kita melihat dunia di sekitar saat ini?
Apakah dunia sedang berbahagia atau sedang dirundung duka? Pertanyaan ini
mungkin akan mengarahkan kita pada apa yang bisa kita lakukan atas hidup ini
atau mungkin hanya sekedar bertanya untuk mengamankan kebahagiaan kita sendiri,
tapi apakah kebahagiaan adalah tentang diri sendiri? Narasumber merasakan bahwa sepertinya dunia ini sedang tidak berbahagia, berbagai media di tanah air
lebih banyak diisi dengan berita-berita buruk yang tidak mengangkat kondisi
negeri ini menjadi lebih baik. Mereka juga melihat bahwa kebanyakan orang
terjebak melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak berkenan di di hati mereka,
terpaksa melakukannya karena keterbatasan. Oleh sebab yang sama, manusia
mengejar materi sebanyak-banyaknya sehingga ada yang tega mengorbankan orang
lain demi kepentingan sendiri.
Di sisi lain, ada yang tetap optimis terhadap dunia
saat ini, seberat apa pun bencana yang menimpa dunia ini, akan selalu ada orang
yang mampu melihat sisi positif dari peristiwa-peristiwa buruk itu dan
mengupayakan suatu tindakan untuk membuat situasi menjadi lebih baik. Memang
tidak mudah untuk melihat yang positif dari suatu bencana, sehingga ada yang
mampu mengoptimalkannya menjadi kebahagiaan dan ada yang tidak. Semuanya
tergantung pada kapasitas masing-masing pribadi.
Persepsi seseorang terhadap dunia di sekitarnya,
mungkin tidak bisa sepenuhnya objektif, apalagi terkait dengan menyimpulkan
apakah mereka berbahagia atau tidak. Namun setiap orang diberkahi anugerah yang sama untuk
mengetahui apakah suatu keadaan sedang melenceng dari yang seharusnya, yang
memberikan peringatan untuk berbuat sesuatu demi perubahan. Para narasumber mencoba mendengar dengan baik perasaan dunia ini dan berbuat seturut
panggilan nurani sebagai aktivis. Merengkuh kebahagiaan dengan pilihan-pilihan
yang dibuat, menemukan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di setiap diri
pribadi. Bertemu dengan orang-orang, membantu mereka dalam proses pembelajaran,
mendapati bahwa mereka akhirnya berhasil dan membuat perubahan, menjadi nilai
kebahagiaan tersendiri bagi rekan-rekan aktivis yang menjadi narasumber kali ini. Bagaimana dengan Anda?
(David Ardes Setiady)
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini