Lebih dari 7 milyar manusia hidup di ruang-ruang bumi ini. Dalam
ruang-ruang hidup tersebut, manusia hidup bersama membangun rumah-rumah untuk
bermukim dan semua pendukung kehidupan mereka. Manusia pun memenuhi kebutuhan
hidup dengan berbagai upaya kebudayaan, termasuk melalui teknologi, di antara tegangan
antar pihak dan batasan daya dukung alam.
Masalah-masalah, wacana, dan upaya penyelesaian pun muncul.
Manusia lantas berkumpul untuk mengusahakan ruang hidup yang lebih baik. Usaha-usaha
kolektif itulah yang tak jarang menjadi arus-arus pergerakan sosial.
Tak terkecuali di Indonesia, wacana-wacana tentang isu ruang
hidup juga digerakkan oleh berbagai kelompok. Kelompok-kelompok ini cukup
beragam, dari yang berbasis gerakan warga, sosial kebudayaan, keprofesian,
akademik, hingga komunitas anak muda. Kali ini Pro:aktif Online mencoba
mencuplik profil 4 organisasi dan komunitas yang peduli terhadap isu papan di Indonesia.
1. Kolektif Agora (Bandung)
Melihat ruang kosong akan literasi tentang
perkotaan di Bandung, tiga anak muda menginisiasi sebuah acara diskusi yang
diberi nama Agora. Diskusi itu pun berkembang menjadi sebuah kolektivitas yang
selain berdiskusi juga mengumpulkan pemikiran dalam bentuk tulisan, serta
menyebarluaskannya di media sosial. Kolektif Agora menjadi wadah di mana isu-isu
tentang perkotaan dibahas, kemudian pembahasan tersebut dikumpulkan dan
dikomunikasikan ke khalayak, terutama kaum muda kota.
Diskusir #8 Kolektif Agora dengan
tajuk "Memungut Remah-remah Wacana Rumah" (Mei 2018, Sumber:
Instagram @kolektifagora)
Pembahasan tentang kota, menurut Kolektif
Agora, penting untuk disebarluaskan karena warga kota perlu memahami kota
sebagai sistem yang saling berkaitan satu sama lain. Agar warga kota yang
masing-masing sudah memiliki kesadaran atau perhatian terhadap satu isu
tertentu, menjadi terbuka wawasannya atas keterkaitan beragam isu kota secara
keseluruhan. Di kota Bandung, sudah banyak upaya pemerintah untuk membuat warga
kota nyaman. Namun di luar itu, warga kota sendiri perlu mengulik hal-hal apa
yang masih bisa terus diperbaiki.
Kolektif Agora memang lebih fokus pada
proses literasi kaum muda. Harapannya, kaum muda bisa terinspirasi dan akhirnya
berefleksi bahwa penyelesaian masalah kota tidak bisa hanya mengandalkan
satu-dua pihak saja yang menyediakan kebijakan dan infrastruktur. Penyelesaian bersama
harus dimulai juga dari diri dan lingkungan kaum muda.
Beberapa isu yang pernah dibahas di
Kolektif Agora antara lain transportasi yang berkelanjutan, bangunan heritage, pangan, serta papan atau
rumah. Salah satu tema yang akan digarap berikutnya adalah soal persampahan, yaitu
bagaimana kota berinteraksi dan memproduksi sampahnya sendiri. Proses literasi
di Agora pun mencoba menyentuh banyak sisi, mulai dari sisi psikologi hingga tataran
abstrak seperti filsafat, hingga aspek teknis seperti kebijakan. Kolektif Agora
memang menjadi wadah urun rembug dan diskusi, bukan sebuah kolektif yang sudah
sedia dengan jawaban-jawaban akan sebuah isu.
Unggahan Kolektif Agora tentang masalah perumahan
di Instagram (Sumber: Instagram @kolektifagora)
Terkait isu papan di perkotaan, Agora
pernah mengangkat beberapa tajuk seperti: “Kelak Rumah Jadi Tak Lumrah”.
Kolektif Agora juga pernah membuat survey kecil dibantu oleh @rumahpertama.id
tentang bayangan rumah ideal oleh generasi muda. Hasil survey tersebut
menunjukkan harapan yang jika disandingkan dengan kondisi riil terpaut jarak
yang jauh karena berbagai hal: keterbatasan lahan, harga lahan, dan pendapatan.
Namun banyak alternatif yang bisa diperjuangkan di luar solusi top down dari pemerintah atau developer. Terutama jika melihat
pembangunan properti kini lebih berpihak pada kaum atas.
Alternatif-alternatif yang muncul dari
diskusi antara lain konsep rumah tumbuh, social
housing atau hidup secara komunal. Lalu juga pemanfaatan ruang-ruang kecil
yang bisa ditinggali. Diskusi juga menguak akan mitos-mitos bahwa rumah susun
atau apartemen itu tidak lebih buruk dari pada rumah biasa (landed house). Akan tetapi perlu diperhatikan cara-cara bagaimana
perumahan vertikal itu dibentuk dan dibangun. Pasca diskusi, juga muncul wacana
tentang kampung di Indonesia, sebuah proses pembangunan yang terkadang diberi
stigma negatif, namun sifatnya yang organik dan swadaya bisa menjadi penting
bagi masa depan perumahan kita. Sedangkan pertanyaan ke depan yang perlu
dijawab juga adalah isu papan bagi mereka yang lebih membutuhkan dibandingkan
kaum muda atau kelas menengah.
***
Kolektif Agora berharap lebih banyak lagi
orang bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatannya. Kolektif Agora membuka rubrik
menulis untuk siapa saja yang tertarik. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di
blog dan media sosial.
Kunjungi
Kolektif Agora
Email: kolektif.agora@gmail.com
Instagram: @kolektifagora
Medium: medium.com/kolektif-agora
Hubungi
Kolektif Agora
Nayaka Angger: 0877-7797-7710
Naufal Rofi: 0857-6248-2052
2. ASF-ID (Jakarta, Bandung, Malang, Semarang)
ASF-ID, Architecture Sans Frontières
Indonesia didirikan pada tahun 2015. ASF-ID sendiri merujuk pada organisasi
arsitektural non-profit Architectes Sans Frontières (Arsitek tanpa Batas), yang
didirikan pada 1979, dan hub internasionalnya, ASF-Int (2007), yang bertujuan
untuk memberi wawasan sosial kepada arsitek, sarjana arsitektur, maupun
mahasiswa lewat wacana maupun aksi arsitektural. Kegiatan ASF-ID didasari oleh kesukarelaan
dan kontribusi dari anggota maupun simpatisan.
Dari kelompok yang bergiat di seputar
Jakarta dan Bandung sejak tahun 2015, ASF-ID pun berkembang ke 2 kota yaitu
Malang dan Semarang mulai sekitar tahun 2017. Pada 6 Mei 2017 pun
diselenggarakan kegiatan Hari Relawan ASF-ID serentak di 4 kota jaringan
tersebut. Lantas pada tanggal 30 September-1 Oktober 2017, diadakanlah
Musyawarah yang mengumpulkan para perwakilan kota untuk saling bertukar kabar
dan berembuk tentang organisasi ke depan.
ASF-ID sendiri memiliki visi sebagai
perkumpulan arsitek, akademisi, maupun profesional yang bekerja di akar rumput,
bergiat untuk memfasilitasi komunitas maupun masyarakat yang membutuhkan
pendampingan arsitektur maupun keswadayaan. Kegiatan ASF-ID pun beragam mulai
dari kegiatan workshop, fasilitasi
desain, diskusi wacana-wacana alternatif hingga pemetaan.
Warga Kampung Tongkol dan maket Rumah
Contoh
Pada akhir 2015 hingga awal 2016, ASF-ID
mendampingi pembangunan partisipatif rumah contoh di Kampung Tongkol, bantaran
anak Sungai Ciliwung, Jakarta Utara. Rumah contoh dengan konsep co-housing ini merupakan salah satu
hasil kerja bersama perbaikan kampung dengan Komunitas Anak Kali Ciliwung,
Jaringan Rakyat Miskin Kota, Urban Poor Consortium, Universitas Indonesia dan
berbagai pihak lainnya. Perbaikan kampung (kampung
upgrading) tersebut adalah upaya warga Kampung Tongkol, Krapu dan Lodan yang
tergabung dalam Komunitas Anak Kali Ciliwung untuk mengantisipasi penggusuran
yang akan dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Karya rumah contoh
tersebut mendapatkan penghargaan dari jaringan ASF Award 2017: Social
Construction of Habitat.
Rumah Contoh di Kampung Tongkol, Anak
Kali Ciliwung, Jakarta Utara
Gotong royong membangun rangka bambu
untuk atap
ASF-ID juga melaksanakan kegiatan seperti
Pemetaan di Kampung Pasirluyu-Bandung, Lokakarya Perencanaan dan Konstruksi di
Desa Jengger-Malang, Pembangunan Jembatan Bambu di Solo, serta pembangunan PAUD
Nur Hikmat di Tasikmalaya.
Selain itu, ASF-ID juga mengadakan kegiatan
yang memantik wacana-wacana alternatif. Contoh kegiatan yang pernah
dilaksanakan adalah Workshop Konstruksi Bambu, Pemutaran Film Dokumenter Chile Barrio, Pemutaran Film The Pruitt-Igoe Myth: An Urban History
di berbagai kota, Diskusi “Arsitektur Partisipatoris: (di mana) Arsitektur,
(siapa) Arsitek, dan (apa) Keindahan?”, serta banyak lagi diskusi dan kuliah
umum lainnya di berbagai kota.
Acara nonton bareng dan diskusi film
The Pruitt-Igoe Myth di ITB, Bandung
Terbuka kesempatan bagi siapa saja yang
tertarik bergabung dengan ASF-ID, baik sebagai relawan maupun donatur. Untuk
menilik kegiatan-kegiatan terbaru ASF-ID silakan mengunjungi media sosial yang
tercantum berikut.
Kunjungi
ASF-ID
Website: http://asf.or.id
Meniti Batas: http://blog.asf.or.id
Hubungi
ASF-ID
3. Praksis - Studio Perencanaan Partisipatif dan Kajian Pembangunan (Bandung)
Praksis merupakan studio perencanaan
partisipatif dan kajian pembangunan yang berbentuk yayasan, berkedudukan di
Bandung. Praksis memiliki fokus di tiga jenis kegiatan: pendampingan
masyarakat, konsultasi kepada mitra-mitra yang membutuhkan, dan riset aksi. Ada
juga program-program lain seperti pelatihan dan diskusi tentang isu-isu
partisipatif dan pembangunan di masyarakat.
Pertemuan lapangan Kelas Informal
Praksis: presentasi hasil pemetaan dengan peserta dan warga.
Yayasan Praksis didirikan oleh beberapa
mahasiswa dan mahasiswi Arsitektur ITB pada tahun 1997. Pada masa itu, terutama
pasca lengsernya Presiden Soeharto, salah satu isu utama yang dirasa para
pendiri harus digarap adalah isu pemberdayaan masyarakat. Pendampingan pertama
yang dilakukan adalah program pendampingan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan
Otto Iskandar Dinata, Bandung pada 1997-2000. Dilaksanakan program untuk membantu
PKL agar bisa tetap berjualan tetapi tidak saling merugikan dengan pihak lain.
Solusi yang dihasilkan berbentuk kesepakatan desain. Desain tersebut lalu
diimplementasikan oleh para PKL. Akan tetapi, di periode pemerintahan yang
selanjutnya PKL tetap digusur. Setelah tahun 2000-an, Praksis sempat mengalami kekosongan
kegiatan sebelum mulai aktif lagi di 2010 hingga sekarang.
Nilai-nilai dasar yang diperjuangkan
Praksis dalam kegiatannya adalah terbentuknya kesadaran manusia yang selaras
antara diri sendiri, masyarakat luas dan alam. Pemetaan partisipatif dan kajian
pembangunan secara prinsip adalah salah satu tools untuk membantu mengembangkan kesadaran manusia itu sendiri.
Praksis percaya bahwa jika manusia sudah sadar dan bisa menyelaraskan antara
diri, masyarakat dan alam, maka pembangunan yang baik pun bisa terjadi.
Salah satu fokus program Praksis kini
adalah pendampingan di wilayah RW 05, Kelurahan Cibangkong, Bandung. Program
ini sedang dalam proses mengusahakan prototip sistem informasi berbasis data
yang didapat dari pemetaan partisipatif bersama warga. Harapan dari program ini
adalah agar pembangunan yang dilakukan masyarakat RW 05 bisa sesuai dengan
data-data riil di lapangan. Pembangunan tetap berjalan sesuai data lapangan, tidak
bergantung pada pergantian periode pemerintahan atau rezim.
Pemetaan partisipatif bersama warga RT
03/RW 05 Cibangkong, Kota Bandung
RW 05 Cibangkong sendiri merupakan wilayah strategis
yang terletak di belakang kawasan Trans Studio Mall. Wilayah memang sempat dirancang
ke dalam sebuah masterplan kawasan bisnis. Tanah warga pun ditawar untuk
pembangunan apartemen dan lainnya. Beberapa warga menjual tanahnya dengan harga
yang cukup tinggi dan pindah ke lokasi lain. Namun mereka tetap bekerja di
wilayah Cibangkong, sehingga mereka pulang-pergi setiap hari untuk bekerja.
Pada akhirnya, beberapa warga pun kembali ke Cibangkong dan menyewa rumah.
Praksis memandang, rumah atau papan tidak
bisa terpisah dari kehidupan manusia. Rumah sebagai ruang itu sendiri terhubung
dengan proses produksi ekonomi dan sosial. Rumah harus dilihat secara integral
ke aspek-aspek lain di kehidupan manusia. Salah satu masalah mendasar di proses
pembangunan kini adalah fokus yang hanya melihat pada aspek fisik atau nilai
tanah saja. Selain masalah ekonomi dan sosial, pembangunan juga harus menyesuaikan
sumber-sumber daya alam yang ada.
Untuk berkontribusi di Praksis, siapa saja
bisa menghubungi kontak atau akun sosial media yang tercantum. Praksis juga
terbuka untuk dikunjungi di alamat kantor Jalan Tubagus IV no. 5, Bandung.
Kontribusi bisa berupa donasi, tenaga dan pikiran, ataupun sebagai pemberi
saran dan ide. Terbuka juga kesempatan untuk pemagang yang tertarik dengan
isu-isu yang digarap.
Kunjungi
Praksis
Facebook: Praksis Indonesia
Hubungi
Praksis
Ahmad Syaiful: 0815-6035-164
Okie Fauzi Rachman: 0815-6353-3091
4. Paguyuban Kalijawi (Yogyakarta)
Paguyuban Kalijawi merupakan perkumpulan kelompok-kelompok warga yang bermukim di bantaran sungai Gajah Wong dan Winongo, Yogyakarta. Sebelum Paguyuban Kalijawi terbentuk, terselenggara kegiatan pemetaan partisipatif oleh ArkomJogja di dua kampung bantaran sungai Winongo dan Gajah Wong. Dari kegiatan tersebut, terkumpul potensi serta permasalahan kampung yang diaudiensikan bersama kepada pemerintah. Masalah yang sama-sama dirasakan oleh warga bantaran antara lain: rumah tidak layak huni, status tanah informal, hingga masalah sanitasi dan sampah.
Akhirnya, warga yang terkumpul bersepakat
membentuk Paguyuban Kalijawi mulai Juli 2012. Kini Paguyuban Kalijawi mencakup
21 kelompok aktif di 14 kampung bantaran Sungai Winongo dan Gajah Wong.
Paguyuban ini kini mempunyai 7 divisi program: permukiman, ekonomi, kesehatan,
pendidikan, sosial-kemasyarakatan, advokasi-jaringan, serta kesekretariatan.
Kegiatan Paguyuban dimulai dari mengajak
warga bantaran sungai menyelesaikan masalah yang urgen dari hasil pemetaan
dengan cara menabung berkelompok. Masalah urgen tersebut adalah rumah yang
tidak layak huni. Warga yang tergabung lantas membentuk kelompok berisikan 10
orang. Setiap orang mewakili satu keluarga, menyisihkan Rp 2.000 per hari.
Sehingga dalam dua bulan terkumpul Rp 1.200.000 dari semua anggota.
Kelompok berkumpul untuk melaksanakan
pemetaan masalah dan potensi serta merencanakan berbagai hal tentang kampung.
Lalu dana tersebut bergulir setiap dua
bulan sekali selama 20 bulan, ditambah dengan dana stimulan dari ArkomJogja,
untuk program renovasi rumah. Para anggota kelompok pun memetakan prioritas
perbaikan rumah, sehingga dana tersebut dapat berguna dengan baik. Selain
swadaya anggota, mereka pun mencari sumber daya lain di luar Paguyuban Kalijawi.
Dalam 10 bulan, terjadi renovasi untuk 165 rumah. Di luar itu, ada 4 kelompok
warga yang secara khusus menabung untuk perbaikan talud sungai atau membangun
balai warga.
Setelah itu, kelompok tabungan tetap
berjalan. Dana Pembangunan Komunitas yang terkumpul digulirkan kembali dengan
peruntukan yang lebih luas selain permukiman seperti untuk ekonomi, kesehatan,
pendidikan, bahkan kebutuhan khusus untuk terbebas dari hutang dengan bunga
tinggi.
Sementara program pemetaan permukiman tetap
berkembang hingga kampung lain. Hasil pemetaan pun pernah mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Salah satunya ketika warga Pringgodani, Mrican di
bantaran Sungai Gajah Wong dapat terbebas dari wacana penggusuran permukiman
kumuh di tahun 2016 dengan konsep perencanaan Mundur, Munggah, Madep Kali (M3K) atau Mundur, Naik dan Menghadap
Sungai.
Paguyuban Kalijawi dan ArkomJogja
menerima kunjungan mahasiswa S2 Master of Human Rights and Democratization,
FISIPOL UGM di Kampung Tegal RT 38/RW 08, Pakuncen, Yogyakarta. (Maret 2018,
Sumber: Instagram @paguyuban_kalijawi)
Tujuan besar Paguyuban Kalijawi adalah hak
bermukim. Hak bermukim yang dimaksud bukan berarti bangunan fisik rumah, tetapi
lebih luas dan mendasar mencakup keamanan dan kenyamanan bermukim, serta
terwujudnya masyarakat yang harmonis, cerdas, dan sehat. Paguyuban Kalijawi
mengupayakan harmonis keluarga, dengan alam dan bernegara dalam
program-programnya.
Ke depan, Paguyuban Kalijawi memiliki mimpi
yang lebih besar. Di antara masalah ketidakadilan kepemilikan tanah, harga
tanah meroket tinggi, hingga program pemerintah yang susah diakses warga
informal, Paguyuban Kalijawi bermimpi akan keamanan bermukim. Di lahan informal
bantaran sungai, Paguyuban Kalijawi mencoba memenuhi kewajiban dan mengikuti
regulasi agar tidak terjadi penggusuran. Cita-cita besar selanjutnya adalah
menabung bersama untuk membeli lahan komunal.
Semangat Paguyuban sangatlah besar untuk
memetakan tanah potensial di pinggiran kota dan mencari skema dana di
jaringan-jaringan seperti credit union.
Dalam mimpi tinggal secara komunal, diharapkan terbangun permukiman yang layak
huni, sehat, dengan masyarakat yang baik. Kepemilikan secara kolektif mendorong
para pemilik lebih melindungi aset. Kasus penggadaian sertifikat hingga
hilangnya aset kepemilikan tanah dapat dihindari.
Selain itu, Paguyuban Kalijawi juga
mendorong anggota komunitasnya untuk belajar. Di antaranya pernah dilakukan
lokakarya belajar acupressure hingga
pembuatan jamu. Jika anggota Paguyuban menerima kenyataan paling pahit, yaitu
tergusur dan kehilangan pekerjaan karena itu, anggota punya kemampuan untuk
bisa bekerja mandiri dan memiliki perencanaan untuk menjadi ahli di bidang
tertentu.
Paguyuban Kalijawi bekerja sama dengan
Warga Pringgodani RW 08 menyelenggarakan Bakti Sosial memperingati Hari Habitat
dengan tema: 'Kesehatan alternatif adalah salah 1 cara cerdas warga Kalijawi
dalam mencapai terwujudnya pemukiman sehat nyaman dan berkualitas" (8
Oktober 2017, Sumber: Instagram @paguyuban_kalijawi)
***
Paguyuban Kalijawi membuka kesempatan untuk
kontribusi kepada siapa saja yang tertarik ingin berkegiatan maupun belajar
bersama.
Kunjungi
Paguyuban Kalijawi
Facebook: Paguyuban Kalijawi
Instagram: @paguyuban_kalijawi
Email: paguyubankalijawi@gmail.com
Hubungi
Paguyuban Kalijawi
Atik (Sekretaris): 0838-1610-5939
Ainun (Divisi Advokasi-Jaringan):
0818-0426-0626
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini