Desain rumah di era modern
mengalami suatu perubahan yang sangat signifikan. Perubahan itu terjadi karena
berbagai macam alasan atas situasi yang terjadi di masyarakat atau kondisi.
Kondisi masyarakat tersebut mencakup kondisi geografis, historisitas dan juga
kondisi sosial. Sang arsitek ketika ingin mendesain sebuah bangunan yang layak
disebut sebagai tempat tinggal, tentu perlu pertimbangan yang matang di dalam
proses perencanaannya. Arsitektur sebuah bangunan tentu mendapat perhatian yang
sangat lebih. Sebab setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya
aktivitas manusia yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut.
Hubungan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu
kelompok aktivitas dengan kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu
organisasi ruang atau tatanan ruang.
Dalam arsitektur, makna
diekspresikan melalui media spasial, temporal dan fisikal. Makna berhubungan
dengan interpretasi terhadap fungsi dan bentuk arsitektur, namun hubungan makna
dan bentuk arsitektur juga dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berada di luar
arsitektur. Meskipun manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan adaptasi
sangat tinggi, tetapi persepsinya mengenai lingkungan fisik juga dipengaruhi
oleh hal-hal yang sudah dikenalnya termasuk nilai-nilai agama yang diyakininya.
Makna dalam arsitektur seakan adalah segenap pesan yang terkandung di dalam
tatanannya. Dalam tatanan arsitektur tersebut terdapat sejumlah makna yang
dapat diklasifkasikan ke dalam dua kelompok. Pertama, adalah makna yang melekat
pada bentuk arsitekturnya tanpa perlu interpretasi dari manusia pengamat atau
penggunanya (makna konkrit). Kelompok kedua adalah sejumlah makna yang terkait
erat dengan pemikiran manusia, baik yang dibubuhkan pada tatanan arsitektur
oleh perancangnya maupun makna yang lahir dari pengalaman penggunanya.
Orang Timor pada umumnya
menyebut rumah sebagai Uma, baik itu
yang mencakup rumah dalam artian sebagai tempat tinggal atau juga merujuk pada
tempat mempersembahkan bahan persembahan kepada para leluhur. Istilah Uma berasal dari bahasa Tetun (bahasa
yang digunakan oleh orang Timor pada umumnya) dan istilah ini merupakan istilah
umum untuk menyebut rumah. Istilah ini pun mengacu kepada bentuk fisik bangunan
sebagai tempat tinggal manusia agar mereka dapat terlindungi dari
ketidaknyamanan hidup yang disebabkan oleh kepanasan terik matahari atau udara
yang sangat dingin dan musibah-musibah alam serta ancaman-ancaman yang
membahayakan hidup mereka. Istilah Uma bermakna
sebagai sebuah tempat tinggal yang biasanya disebut Uma Tur Fatin dan sebuah tempat tinggal yang biasanya dihuni oleh
sebuah keluarga rumah tangga atau yang disebut dengan istilah Uma Kain.
Rangka-rangka
bangunan uma ini biasanya
terbuat dari kayu-kayu balok, bambu betung yang besar dan atapnya dari
alang-alang dan gaun gewang. Bangunan uma
ini biasanya mempunyai dua pintu, sebuah menghadap ke arah matahari terbit yang
disebut, oda matan lor, dan
pintu yang lain menghadap ke arah matahari terbenam yang disebut, oda matan rae. Ternyata tidak
sesederhana itu, orang Timor memiliki makna khusus mengenai tata letak
tersebut, Oda matan lor yang
diperuntukkan bagi tamu dan kaum laki-laki harus menghadap ke sebelah Timur
atau sebelah matahari terbit karena jurusan ini dianggap sebagai posisi yang
membawa keberuntungan, kesejahteraan material, kehidupan, kebaikan dan prospek
yang cerah dalam hidup sebagaimana sang surya yang mulai menyinari bumi dengan
sinarnya yang terang benderang dan terik panasnya.
Oda matan rae yang diperuntukkan khusus bagi anggota-anggota rumah tangga dan kaum perempuan pada umumnya biasanya menghadap ke arah Barat ke jurusan terbenamnya matahari sebagai pintu yang melambangkan waktu senja dari kehidupan seseorang di dunia ini. Keadaan ini adalah saat-saat ketika seseorang berhadapan dengan banyak kesulitan, penyakit, kesengsaraan, kesepian dalam hidupnya dan pada akhirnya meninggal dunia. Atap rumah biasanya hampir menyentuh tanah maka bagian dalam rumah itu gelap gulita tetapi sejuk rasanya. Suasana gelap dan sejuk melambangkan bahwa manusia itu lahir dari satu dunia yang suci dan penuh ketenangan (sejuk).
Uma tersebut pun memiliki tiga
tingkat panggung. Panggung yang pertama adalah dijadikan sebagai tempat
bersosialisasi, tingkat yang kedua untuk tamu, dan tingkat yang ketiga adalah
untuk keluarga dan tingkat yang keempat untuk persembahan atau sesajen.
Masing-masing tingkatan memiliki arti yang sangat mendalam, yakni tingkat pertama
adalah bumi sebagai tempat lahirnya setiap ciptaan Allah. Tingkat kedua sebagai
tempat tinggal atau tempat berdiamnya para leluhur, tingkat ketiga sebagai alam
kebebasan manusia untuk memilih yang baik dan yang benar antara surga dan
neraka, serta tingkat keempat sebagai pertemuan kudus dengan Allah.
Banyak ahli yang
berpendapat bahwa tempat-tempat sakral mendukung terjadinya makna, dan
menyediakan konteks untuk aktivitas religius. Makna tempat ini muncul karena
unsur penggunaan, sedangkan keberadaan tempat itu sendiri membantu
menstrukturkan hubungan sosial dan aktivitas religius. Makna dalam arsitektur
seakan adalah segenap pesan yang terkandung di dalam tatanannya. Dalam tatanan
arsitektur tersebut terdapat sejumlah makna yang dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kelompok. Pertama, adalah makna yang melekat pada bentuk
arsitekturnya tanpa perlu interpretasi dari manusia pengamat atau penggunanya
(makna konkrit). Kelompok kedua adalah sejumlah makna yang terkait erat dengan
pemikiran manusia, baik yang dibubuhkan pada tatanan arsitektur oleh
perancangnya maupun makna yang lahir dari pengalaman penggunanya. Makna yang
dibubuhkan perancang pada arsitektur Uma
atau makna yang dimunculkan oleh pemerhati arsitektur Uma, merupakan makna teoritis yang terbentuk melalui perencanaan
sesuai prinsip-prinsip tatanan dan bahkan teori arsitektur religi. Sedangkan
makna yang lahir dari pengguna adalah makna aktual yang terbentuk melalui
pengalaman langsungnya baik melalui proses penginderaan maupun interpretasi pengalamannya.
Makna teoretis yang digagas perancang, tidak selalu sama dengan makna yang
dirasakan atau dialami oleh penggunanya.
Terlepas dari semua makna
yang terkandung di dalamnya, sebuah Uma
memiliki permasalahannya sendiri, yakni (1) rawan terjadi kebakaran. Sebab
hampir 99% bahan yang digunakan untuk membangun rumah sangat cepat untuk
dihabisi oleh si jago merah alias api. Lalu, (2) desain yang kurang sistematis
dan (3) cepat rusak. Alasan cepat rusak tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor
spiritual, jika yang menghuni rumah tersebut tidak mengetahui ritual-ritual
yang perlu dilakukan sebelum dan sesudah Uma
tersebut dibangun. Karena
alasan-alasan tersebut, akhirnya banyak orang Timor tidak lagi ingin membuat Uma dengan tipe seperti penjelasan di atas. Namun beberapa aktivis masih mempelajari
bentuk desain dari rumah tersebut untuk dimodifikasi tanpa harus mengubah
esensinya.
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini