Selepas runtuhnya Uni Soviet, praktis hampir seluruh negara
di dunia menggunakan sistem kapitalisme sebagai metode pengelolaan ekonomi.
Prinsip-prinsip seperti akumulasi modal, pengambilan keputusan sepihak oleh
jajaran direksi dan pemilik saham, serta maksimalisasi keuntungan sambil
meminimalisasi biaya meski harus mengorbankan lingkungan dan pekerja menjadi
jamak.
Di
tengah hiruk pikuk kapitalisme, tetap ada orang yang percaya bahwa ekonomi dan
segala tetek bengeknya bisa dikelola dengan cara alternatif. Metode alternatif dari
kapitalisme tersebut masyhur
disebut co-operative atau dalam Bahasa Indonesia kita menyebutnya koperasi.
Sebagai contoh adalah Mondragon
Cooperatives di Basque, Spanyol. Mereka merupakan perusahaan dengan nilai
sekitar tiga ratus triliun rupiah yang dikelola dengan metode koperasi. Di
sana, tidak ada eksploitasi pekerja, pendapatan yang setara antara direksi dan karyawan paling rendah,
dan tidak ada pengumpulan kekayaan yang hanya dinikmati segelintir direksi dan
pemegang saham. Di Mondragon, semua pekerjanya adalah pemilik perusahaan.
Perbandingan gaji pekerja paling rendah dan paling tinggi diatur tidak boleh
lebih dari 1:8. Puncaknya, sistem koperasi yang sering dipandang sebelah mata
itu bisa membuat Mondragon menjadi perusahaan konglomerasi ke 4 paling bernilai
di spanyol.
Lain di Spanyol lain juga di Indonesia.
Di sini koperasi telah tereduksi menjadi sekedar koperasi perkumpulan karyawan
atau koperasi simpan pinjam. Namun ternyata ada orang atau sekelompok orang yang meyakini bahwa koperasi
bisa jadi metode pengelolaan ekonomi yang berhasil dan juga berjuang mewujudkan
visi tersebut. Salah satu orang tersebut adalah Muhamad Sena Luphdika.
M. Sena Luphdika |
Muhamad Sena Luphdika atau akrab
dipanggil Sena adalah CEO dari Meridian.id. Meridian.id adalah sebuah software house yang berlokasi di
Bandung. Sena memang akrab dengan dunia teknologi informasi dan startup. Sena menjadi mentor di Bekup,
salah satu program dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) untuk dunia startup. Di Meridian.id Sena juga pernah
mengadakan acara Built What You Love untuk membantu startup-startup di sekitar Bandung membangun perusahaan mereka.
Sena juga aktivis platform co-operative. Platform co-operative atau biasa disebut
platform co-ops adalah metode
pengelolaan startup dengan prinsip
co-operativisme atau koperasi. Dia
pernah mengikuti konferensi startup platform co-ops di Hongkong pada
2018 silam.
Ketertarikan Kepada
Koperasi
Sena bercerita bahwa ada beberapa
hal yang membuat ia tertarik kemudian tergerak menggeluti dunia koperasi. Sebagai
orang yang pernah belajar formal tentang teknologi informasi dan berkecimpung
di dunia tersebut setelah lulus, Sena pernah mengalami kegalauan. Dia pernah
bertanya-tanya,”Apa sih IT?”. Sena juga
mepertanyakan tentang hype valuasi
atau nilai perusahaan startup yang
menurutnya bersifat gorengan. Muncul
ketidakpuasan terhadap dunia IT dan per-startup-an.
“Merasa ga puas aja”, begitu
katanya. Puncak ketidakpuasannya adalah
fakta-fakta mengenai ketidakadilan perusahaan-perusahaan startup terhadap orang-orang yang dipangggil partner seperti pada Gojek atau Uber. Menurutnya, mitra adalah
istilah yang tidak tepat karena yang terjadi adalah hubungan tidak seimbang
yang menjurus eksploitasi terhadap “mitra”.
Hal kedua yang membuatnya
tersadar adalah mengenai kesenjangan dan lapangan pekerjaan. Dulu Sena ingin mendirikan
perusahaan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Baginya, kesenjangan adalah
masalah paling pelik yang menjadi pemicu untuk banyak masalah sosial lain.
“Kepikiran untuk bikin holding”, tuturnya mengingat masa lalu.
Menurutnya dulu, perusahaan holding
akan memberikan pekerjaan kepada orang-orang dan itu cukup untuk mengentaskan
kesenjangan ekonomi. Tapi Sena tersadar,
ketika fakta di lapangan menunjukkan
meskipun perusahaan holding sudah
banyak, namun kesenjangan
tetap ada bahkan semakin menjadi-jadi. Di situ dia berkesimpulan, bukan banyaknya perusahaan yang menjadi
poin penting namun bagaimana perusahaan tersebut dikelola.
Perusahaan holding atau startup
sekalipun jika dikelola dengan gaya lama tidak akan mengentaskan
kesenjangan. Sena percaya bahwa yang
harus dilakukan adalah mengubah pola pengelolaan perusahaan. “Sistem dan strukturnya yang harus diganti”,
begitulah kesimpulan dia.
Menurutnya, untuk mengentaskan
kesenjangan perusahaan haruslah dikelola secara demokratis. Artinya, tiap orang
yang terlibat dalam proses produksi perusahaan harus terlibat dalam pengambilan
keputusan, kesimpulan, dan penentuan arah perusahaan. Jika keputusan perusahaan
berdampak bagi pekerja maka pekerja berhak untuk turut menyuarakan pendapat dan
berperan dalam proses pengambilan keputusan
Saat ini, pada perusahaan umumnya, pengambilan
keputusan ditempatkan pada segelintir pemegang saham dan direksi. Apa barang
yang harus diproduksi, kapan/di mana
barang tersebut diproduksi, bagaimana cara memproduksinya dan apa yang akan
dilakukan pada keuntungan yang dihasilkan ditentukan oleh segelintir orang
tadi. Semuanya tergantung pada benevolent
leader. Jika pemimpinnya baik, semua proses di atas akan baik.
Namun bagaimana jika pemimpinya buruk? Tentu yang
dihasilkan adalah hal yang buruk. Apalagi kalau pemimpin hanya punya satu
tujuan. Pemimpin perusahaan hanya peduli pada bagaimana menghasilkan keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan biaya ekonomi yang sekecil-kecilnya. Biaya yang
sekecil-kecilnya seringkali mengorbankan lingkungan dan mengeksploitasi pekerja.
Pekerja berada pada posisi yang
amat lemah. Mereka tidak bisa melawan atau sekadar menunjukkan ketidaksetujuan.
Dalam sistem yang umum saat ini, secara struktural melawan artinya siap untuk
dipecat. Hal inilah yang dilihat Sena membuat pekerja tidak punya kekuatan dan
terus dieksploitasi.
Ketidakberdayaan pekerja juga
termasuk dalam urusan mendistribusi keuntungan perusahaan. Pekerja praktis
“nrimo” saja gaji yang disodorkan pada mereka. Pilihan mereka adalah ambil gaji
kecil itu atau tidak makan. Ujung dari perbedaan pendapatan yang mencolok adalah
kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekomi akan memicu terciptanya kesenjangan-kesenjangan lain seperti
sosial, pendidikan, kualitas hidup, kesempatan kerja dan masih banyak lagi.
Melihat realitas seperti di atas,
Sena berkesimpulan bahwa bila kita ingin mengubah keadaan secara lebih mendasar
kita perlu mengubah sistem dan struktur pengelolaan perusahaan. Dari yang
awalnya otoritarian menjadi demokrasi. Dari yang awalnya keputusan diambil oleh
segelintir orang menjadi semua orang berhak menentukan arah/keputusan. Keputusan
tertinggi ada di anggota bukan pada segelintir direksi dan pemegang saham .
Ekonomi Baru: Mulai
Dari Lingkungan Sendiri
Bagi Sena, tema ekonomi baru adalah tema yang menarik. Dia
berpendapat bahwa menyadari bahwa kita
membutuhkan sistem ekonomi baru,
adalah awal yang bagus. “Apabila kita memutuskan untuk menggunakan sistem yang
baru, kita harus sadar bahwa yang lama itu jelek, usang, punya kekurangan”, jelasnya.
“Kalo ngga kenapa harus buat yang
baru?”, dia menambahkan.
Sadar bahwa sistemnya harus
diganti adalah suatu kemajuan. Namun tentu akan lebih baik bila dilanjutkan
dengan mengetahui ide penggantinya. Menurut Sena inilah yang membuat memperjuangkan
koperasi sudah sulit dari awalnya.
Sena menyadari bahwa bagi orang
kebanyakan koperasi itu adalah tiga hal yang berkonotasi negatif. Pertama, koperasi adalah ide jadul atau
usang. Kedua, koperasi juga dipandang sempit hanya koperasi simpan pinjam atau
koperasi karyawan saja. Ketiga, koperasi dianggap jelek setelah maraknya
kejadian koperasi bodong yang akhirnya malah menggelapkan uang anggota seperti
Koperasi Cipaganti dan Koperasi Pandawa.
Bagi Sena, membuat koperasi menjadi hal yang umum dan
dimengerti banyak orang adalah tantangan dan poin awal yang krusial. Mengubah
pola pikir orang mengenai koperasi akan membuat usaha mengkoperasikan sekitar
kita menjadi lebih mudah.
Karena koperasi sudah mendapat predikat buruk, Sena
mengungkapkan bahwa dia sering menggunakan kata lain untuk menjelaskan
koperasi. Menurutnya koperasi harus di-rebranding.
Kita masih bisa menjelaskan nilai-nilai koperasi tanpa menggunakan kata-kata
koperasi.” Pake aja kolektif,
kerjasama, gotong royong, demokrasi ekonomi, atau yang lain”, begitu dia
mencontohkan. Baginya yang lebih penting adalah nilai dibanding kata-katanya
saja. Di masa depan, harapannya orang-orang melihat dan tersadar
bahwa ternyata selama ini nilai-nilai yang mereka lihat sebenarnya nilai-nilai koperasi.
Selain
itu, bagi Sena kita bisa mulai dari diri sendiri dahulu saja sebagaimana Sena
memulainya di kantor. Hal yang paling bisa kita ubah adalah diri kita sendiri.
Namun tentu prinsip koperasi bukanlah tentang individu namun tentang
kolektivitas. Kumpulan orang yang paling bisa dan mampu kita yakinkan adalah
teman-teman kita sendiri dan keluarga.
Rapat Koperasi Ardhini |
Sena
mendirikan Koperasi Ardhini di lokasi kantor Meridian.id. Kebetulan, di lokasi
tersebut ada startup dan usaha lainya
berkantor sehingga koperasi yang dinamakan Koperasi Ardhini tersebut tidak
kecil-kecil amat. Dia memulainya dengan mendirikan koperasi konsumsi dimana
setiap orang di kantor menjadi pemilik suatu usaha catering dan rumah kopi di kantor tersebut.
Prinsip bahwa pengambil keputusan
tertinggi adalah musyawarah dengan setiap anggota adalah pemilik koperasi
inilah yang coba Sena jalankan. Koperasi Ardhini rutin bermusyawarah untuk
menetukan arah koperasi. Penulis pernah mengikuti sendiri rapat koperasi dan
menyaksikan anggota-anggota koperasi berdiskusi untuk menentukan menu harian
serta strategi ekspansi ke kantor atau co-working
space sekitar kantor Meridian.id.
Petikan penting
Memiliki
visi besar dan mulia dalam hidup tentu penting. Mewujudkan visi tersebut tentu
lebih penting lagi. Disinilah kita sering gagal. Mengubah sesuatu yang ada di
kepala kita dan mengguratkannya
di masyarakat adalah tantangan yang maha berat. Namun dari Sena, saya belajar
bahwa memulai dari yang sederhana dan dari sekitar kita adalah langkah awal
yang paling mungkin. Kita sering “grasa grusu” ingin mewujudkan visi namun
kurang peka terhadap tantangan lapangan dan kemampuan diri sendiri. Hal ini
harus dihindari jika kita ingin mewujudkan visi kita dan berusaha secara
berkelanjutan.
Hal
kedua yang juga penting adalah adaptasi. Kita harus bisa mengukur bagaimana
persepsi sekitar kita terhadap visi yang ingin kita tuju. Berkelit mencari
jalan lain adalah salah satu cara jitu. Kompromi terhadap ketidakidealan
juga penting asal tujuanya adalah adaptasi dan tetap mendekatkan kita pada
visi.
Tentu
masih banyak rahasia sukses dalam memperjuangkan visi ekonomi baru. Apa yang
Sena pancarkan adalah teladan bagaimana
di awal kita harus bertindak. Dengan demikian kita dapat menjalankan perjuangan dengan lebih
berkelanjutan dan bisa mewujudkan visi sistem ekonomi baru di masa depan.
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini