Pengantar
Ibu EG
memiliki seorang putri yang berusia 7 tahun. Akhir-akhir
ini putrinya menggemari makanan-makanan yang dijajakan di sekolah. Biasanya Bu
EG menyiapkan bekal makanan dari
rumah untuk putrinya, namun karena ada teman sekolah yang sesekali merayakan
ulang tahun dan memberikan bingkisan ulang tahun
berisi makanan ringan, putrinya pun mau tidak mau berkenalan dengan makanan
tersebut. Awalnya Bu EG langsung menyeleksi makanan-makanan itu karena khawatir
dengan kandungan seperti MSG, pengawet, dan pewarna. Akan tetapi dengan
pertimbangan untuk mendidik anaknya mengenai rasa dan kesehatan makanan, Bu EG
mengizinkan putrinya untuk mengonsumsi makanan seperti itu namun dibatasi dan
diberikan pengertian agar menyadari dampak makanan tersebut pada dirinya.
Dengan penerapan disiplin tersebut, Bu
EG berharap putrinya akan tetap lebih memilih makanan rumahan daripada yang
dijajakan di sekolah.
Berbicara mengenai tumbuh kembang anak, dari
masa ke masa, memiliki tantangannya masing-masing;
mulai dari pola pengasuhan, pendidikan, lingkungan, dan teknologi. Setiap generasi menghadapi persoalan dan tantangannya masing-masing, begitupun dengan orang tua dan anak di masa kini, yang kita rasa mungkin akan semakin berat ke depannya. Seperti yang dihadapi oleh Bu EG, tantangan yang dia hadapi sebagai orang tua adalah menanamkan pemahaman soal makanan sehat kepada putrinya, sementara lingkungan sekolah biasanya sering dijejali dengan pedagang makanan yang tidak jelas kandungannya. Orang tua dimanapun mengharapkan anak-anaknya berada dalam keadaan sehat, tumbuh dengan penuh kebahagiaan. Namun, lingkungan terkadang tidak turut mendukung.
mulai dari pola pengasuhan, pendidikan, lingkungan, dan teknologi. Setiap generasi menghadapi persoalan dan tantangannya masing-masing, begitupun dengan orang tua dan anak di masa kini, yang kita rasa mungkin akan semakin berat ke depannya. Seperti yang dihadapi oleh Bu EG, tantangan yang dia hadapi sebagai orang tua adalah menanamkan pemahaman soal makanan sehat kepada putrinya, sementara lingkungan sekolah biasanya sering dijejali dengan pedagang makanan yang tidak jelas kandungannya. Orang tua dimanapun mengharapkan anak-anaknya berada dalam keadaan sehat, tumbuh dengan penuh kebahagiaan. Namun, lingkungan terkadang tidak turut mendukung.
Selain di dalam keluarga, tumbuh kembang anak
juga dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya dibesarkan. Lingkungan yang tidak
mendukung, bisa menyebabkan anak tumbuh lebih cepat dari usianya karena
mencontoh perilaku yang belum ia mengerti. Atau malah menyebabkan anak tumbuh
lebih lambat karena tertahan oleh berbagai macam larangan. Yang cukup sering
kita lihat sekarang ini adalah perilaku anak-anak yang tampak seperti orang
dewasa. Mungkin kita akan tertawa
geli melihat perilaku demikian karena situasi tersebut dipandang aneh. “Anak-anak
tapi perilakunya sok sudah dewasa”, mungkin itulah pikiran yang mengiringi reaksi geli kita.
Tapi apakah Anda masih akan tertawa bilamana mendapati anak perempuan berusia 6
tahun yang lebih sering berbicara tentang pacaran, ciuman, dan bagaimana
bersikap kepada lawan jenis? Anak perempuan ini dari luar tampak seperti
anak-anak pada umumnya, yang bermain kejar-kejaran atau bermain peran. Tidak ada yang
berbeda bila hanya melihat sekilas, namun pada saat dicermati lebih jauh, apa yang dia
bicarakan sungguh mengejutkan. Seolah-olah dia sudah memahami apa yang dimaksud
dengan pacaran ataupun ciuman. Lalu mengapa anak perempuan ini bisa berbicara
seperti itu?
Anak-anak adalah makhluk pembelajar yang luar
biasa, begitupun dengan anak perempuan tersebut, dia mempelajari semuanya itu
dari apa yang dia lihat. Di lingkungan tempatnya tumbuh, sering kali ia
mendapati orang-orang dewasa mengumbar kemesraan. Ditambah dengan anak-anak
remaja yang sedang puber, bergaya dengan dandanan yang menor, anak perempuan
itu menyaksikannya. Kemudian ditambah lagi dengan tontonan sinetron yang sangat
tidak mendidik, jadilah anak perempuan itu benar-benar dipenuhi dengan
informasi yang belum benar-benar dia pahami, tapi dia serap dengan baik.
Ada pula kasus seorang anak laki-laki yang
gemar bermain game online di warnet (warung internet), yang harus dijemput
orang tuanya untuk pulang. Anak itu menghabiskan seluruh uang saku pemberian
orang tuanya hanya untuk bermain game online, sekalipun lapar, ia akan
menahannya hanya demi bermain game online. Ataupun anak-anak yang gemar bermain
Playstation (PS) berjam-jam, tidak ingat makan dan minum.
Kasus-kasus demikian, menjadi keprihatinan
bersama yang mengundang tanya, apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kita?
Tantangan
bagi para orang tua masa kini
Tim KAIL telah melakukan wawancara dengan
orang tua yang memiliki anak dengan rentang usia 1 – 13 tahun. Wawancara ini
dilakukan untuk melihat, tantangan seperti apa yang dihadapi oleh para orang
tua tersebut. Ada 5 orang yang telah bersedia menjadi responden dalam wawancara
ini, dengan komposisi 4 orang ibu dan 1 orang ayah.
Para responden menjawab bahwa tantangan yang
dihadapi mereka sebagai orang tua, meliputi pendidikan, perkembangan teknologi,
tontonan televisi, lingkungan pergaulan, dan makanan.
Tantangan pendidikan yang dirasakan oleh para
responden terkait bagaimana anak-anak dididik sesuai dengan usia dan tahapan
perkembangannya, serta memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan cukup kasih sayang dalam
proses pendidikan tersebut.
Pendidikan di rumah dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam
mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan ke depannya. Yang
bisa dilakukan oleh orang tua adalah menjalankan peran sebagai teman yang turut serta mendukung
proses belajarnya. Walau ada yang merasa dukungan tersebut tidak selalu
berhasil, tapi hal tersebut tetap
diberikan agar anak-anak senang dengan kegiatan belajar.
Tantangan dari perkembangan teknologi adalah
pengawasan terhadap arus informasi yang didapatkan oleh anak. Ada dua responden yang
menyoroti hal ini. Koneksi internet yang semakin cepat dan mudah, membantu
anak-anak untuk memperluas wawasannya, namun di situ terdapat bahaya bilamana informasi yang boleh
diakses tidak dipilah sesuai dengan usia. Konten porno, kekerasan, ataupun
hal-hal lain yang belum bisa dicerna oleh anak-anak beredar bebas di internet.
Dampak dari informasi tersebut kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya.
Televisi yang sudah lekat dengan kehidupan
masyarakat perkotaan juga menjadi tantangan tersendiri, terutama karena
tontonannya yang sangat tidak bersahabat dengan anak-anak. Sinetron, berita infotainment, lagu-lagu Indonesia,
dirasakan tidak mendidik. Responden merasa cemas dengan tontonan televisi Indonesia.
Tantangan dari lingkungan juga terkait dengan
informasi, meliputi nilai-nilai yang berpotensi mempengaruhi anak. Apabila nilai-nilainya
sejalan dengan yang diajarkan di rumah, tentu orang tua tidak khawatir. Anak-anak di masa
pertumbuhannya perlu berinteraksi dengan lingkungannya agar tidak merasa asing
bila berhadapan dengan dunia luar. Interaksi yang
terjadi tidak hanya dengan lingkungan tapi juga dengan manusia yang ada, yaitu
teman-teman sebaya. Namun, kondisi setiap anak tidaklah sama karena berbagai
hal, entah faktor kondisi keluarga ataupun lingkungan tempat ia dibesarkan.
Oleh karena itu, di dalam interaksi yang terjadi dengan teman-temannya juga
terjadi pertukaran informasi, yang mungkin tidak pantas. Pergaulan tidak
mungkin dihindari karena bagaimanapun merupakan bagian dari proses
pendidikannya dan juga hakikatnya sebagai makhluk sosial. Tantangan ini disorot oleh 3 responden.
Anak-anak pada umumnya belum memiliki kepekaan
tentang makanan sehat karena biasanya hanya mempertimbangkan kepada rasa saja.
Manakala saat ini makanan-makanan yang beredar di pasaran ataupun yang
dijajakan di pinggir jalan banyak mengandung penyedap rasa dan bahan-bahan
kimia lainnya, anak-anak suka dengan rasanya namun belum tentu baik untuk
tubuhnya. Dua orang responden ibu sangat menyadari hal ini, mereka melihat
pentingnya untuk mengatur pola makan anak-anak agar asupan gizinya tercukupi
setiap hari. Tidak dipungkiri bahwa anak-anak perlu diperkenalkan tentang
berbagai rasa serta sehingga tidak terjebak pada satu jenis makanan saja.
Strategi para
orang tua menghadapi tantangan
Menjawab tantangan-tantangan tersebut, para
responden mengungkapkan cara-caranya tersendiri yang dirasa tepat untuk
anak-anaknya.
Terkait dengan pendidikan, orang tua diharapkan untuk tidak
memaksa anaknya dengan tuntutan
harus bisa ini dan itu. Tidak juga dengan membebani dengan suatu capaian prestasi yang
luar bisa. Orang tua disarankan untuk menyikapi pendidikan anaknya dengan
memberikan semangat dan dukungan agar anak-anak terpacu untuk belajar,
merasakan pengalaman positif dalam pembelajarannya. Pemberian semangat dan
dukungan merupakan wujud kasih
sayang orang tua, tentu perlu dikomunikasikan lebih lanjut dengan sang anak, apakah dia benar-benar merasakan kecukupan kasih sayang dari
mereka. Di sini orang tua perlu membangun keterbukaan anak untuk menceritakan
apa pun yang mereka dapatkan dan rasakan, sehingga orang tua kemudian bisa
mengetahui nilai-nilai yang sedang dibentuk di dalam dirinya pula.
Keterbukaan anak menjadi upaya untuk mengatasi
seluruh tantangan tadi karena bila orang tua bisa mengetahui apa yang terjadi
pada anaknya, orang tua bisa mencari solusi untuk mengatasinya.
Lebih lanjut, selain keterbukaan anak,
diperlukan langkah-langkah lain untuk meminimalisir dampak buruk dari
tantangan-tantangan yang lain, terutama mengenai akses informasi. Media-media menuju
informasi harus dibatasi penggunaannya, terutama lama penggunaan serta
kontennya. Gadget memang bisa
bermanfaat untuk membantu pendidikan dengan adanya fasilitas games yang edukatif, namun games yang dimainkan terlalu lama bisa menjadi tidak
edukatif lagi, melainkan adiktif atau kecanduan. Hal tersebut bisa berpengaruh buruk
kepada anak-anak. Sementara televisi jelas harus dibatasi, kapan boleh menonton
dan berapa lama boleh menonton. Sulitnya membatasi televisi adalah karena
tontonannya tidak dapat diatur, televisi nasional maupun lokal tidak memiliki
segmentasi dan juga tidak dapat diblokir. Untuk itu bila menonton, walaupun
acaranya mungkin tampak diperuntukkan bagi anak-anak, orang tua sebaiknya selalu
mendampingi untuk dapat memberikan pengertian.
Mengatasi persoalan pola makan anak, orang tua
disarankan untuk menjalankan disiplin yang cukup ketat, walau bukan berarti melarang
anak untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Membangun kesadaran anak dalam
memilih makanan yang terbaik baginya merupakan pilihan yang lebih tepat dan
membangun karena di kemudian hari, sang anak akan mewariskannya kepada
keturunannya dengan penuh kesadaran. Apabila anak masih ingin mengonsumsi
makanan-makanan yang dirasa kurang cukup sehat, maka ijinkan untuk
mengonsumsinya sambil selalu diberikan pengertian.
Penutup
Perkembangan
jaman tidak dapat ditahan dan tidak dapat pula dihindari. Siapapun akan menjadi
bagian di dalam perkembangan jaman, kita tidak hanya sekedar menerima perubahan
yang terjadi, namun juga menghadapinya. Sebagai orang tua, mempersiapkan
anak-anak dengan berbagai keterampilan hidup adalah sebuah upaya yang menjadi
harus dilakukan. Untuk mendukung upaya tersebut, orang tua harus senantiasa belajar dan belajar, menambah wawasan agar bisa
mendampingi anak dengan baik terutama dalam memberikan pengertian. Selain itu,
harus diingat bahwa bagaimanapun juga orang tua adalah teladan utama untuk
anak-anaknya. Baiklah kiranya orang tua menyesuaikan diri dengan jaman, mencoba
memahami anaknya, serta terus membimbing anaknya.
(Melly Amalia dan David Ardes)
Keduanya adalah staff Kuncup Padang Ilalang (KAIL) Bandung
No comments:
Post a Comment
Silakan berikan tanggapan di sini